Hukum Potong Tangan Bagi Pencuri – Sebuah Pembelaan
Belum lama ini penulis menonton
sebuah video yang sangat mengejutkan berikut:
(pada menit ke 2:40 dan seterusnya)
seorang yang disebut sebagai buya ini mengatakan : “Pencuri laki, pencuri
perempuan potonglah tangannya. Ini karena salah penafsiran dipotong
tangannya. 1400 tahun lamanya umat Islam menjadi korban pemotongan tangan karena
salah penafsiran.”
Sekarang adalah
tahun ke-1441 H. Berarti ia menuduh para ulama bahkan para shahabat atau
mungkin bahkan Nabi salah dalam menafsirkan ayat dalam surah al-Ma`idah: 38
berikut:
وَٱلسَّارِقُ
وَٱلسَّارِقَةُ فَٱقۡطَعُوٓاْ أَيۡدِيَهُمَا جَزَآءَۢ بِمَا كَسَبَا نَكَٰلٗا
مِّنَ ٱللَّهِۗ وَٱللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٞ ٣٨
38. Laki-laki yang mencuri dan
perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa
yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana (Al-Ma’idah : 38)
Maka pada
kesempatan ini, penulis ingin memberikan tanggapan (baca: bantahan) terhadap sang
buya dalam video tersebut, semoga dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca
untuk terhindarkan dari syubhat-syubhat dalam permasalahan ini.
Syubhat pertama: Kata (قطع) tidak harus/selalu maknanya memutus. Lalu
Pada menit ke 5: 14 ia salah membacakan ayat surah al-An’am: 45, ia menyebutkan
awal ayat dengan huruf (وَ) seharusnya (فَ).
فَقُطِعَ
دَابِرُ ٱلۡقَوۡمِ ٱلَّذِينَ ظَلَمُواْۚ وَٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ
٤٥
45. Maka orang-orang yang zalim itu
dimusnahkan sampai ke akar-akarnya. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam
(al-An’am: 45)
Tanggapan: memang benar bahwa makna (قطع)
tidak harus/selalu maknanya memutus. Namun makna utama dari kata ini adalah
memutus, sebagaimana pernyataan Ibnu Faris:
قال ابن فارس في "معجم مقاييس اللغة" (5/101): "
قَطَعَ: الْقَافُ وَالطَّاءُ وَالْعَيْنُ : أَصْلٌ صَحِيحٌ وَاحِدٌ، يَدُلُّ عَلَى
صَرْمٍ وَإِبَانَةِ شَيْءٍ مِنْ شَيْءٍ، يُقَالُ: قَطَعْتُ الشَّيْءَ أَقْطَعُهُ
قَطْعًا. وَالْقَطِيعَةُ: الْهِجْرَانُ. يُقَالُ: تَقَاطَعَ الرَّجُلَانِ، إِذَا
تَصَارَمَا " انتهى.
Bahwa makna
hakikat kata ini menunjukkan (صَرْمٍ) ‘memutus atau
memotong’. Jika berkaitan dengan hal-hal yang zhahir/terindra. Namun jika
berhubungan dengan hal-hal yang maknawi maka juga dimaknai secara maknawi,
misalnya tentang silaturrahmi.
Lalu untuk
memastikan ayat ini seharusnya dimaknai hakiki atau majazi atau siapa yang
salah tafsir, maka kita harus melihat, bagaimana pernyataan dan perbuatan Nabi
sang penjelas dan penafsir al-Qur’an.
Dalam hadits
yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Dawud dan al-Nasa`i berikut:
روى أحمد (6383) وأبو داود (4374) والنسائي (4888) عَنْ
عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، قَالَتْ: كَانَتِ امْرَأَةٌ مَخْزُومِيَّةٌ
تَسْتَعِيرُ الْمَتَاعَ وَتَجْحَدُهُ، فَأَمَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ بِقَطْعِ يَدِهَا، فَقَطَعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَدَهَا. وصححه الألباني في صحيح أبي داود.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,
ia berkata: Ada seorang wanita Makhzumiyyah yang meminjam perhiasan dan
mengingkarinya. Maka Nabi menyuruh untuk memotong tangannya. Maka Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam momotong tangannya.
Dalam hadits
ini dijelaskan bahwa Nabi sendiri yang memotong tangan wanita tersebut dan ini
tentu berdasarkan perintah Allah dalam al-Qur’an. Apakah sang buya juga
akan sampai hati untuk menyatakan bahwa Nabi Muhammad salah tafsir?
Imam
al-Tirmidzi juga meriwayatkan hadits bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam
memotong tangan seorang pencuri laki-laki:
وروى الترمذي (1447) وأبو داود (4411) عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ
بْنِ مُحَيْرِيزٍ، قَالَ: سَأَلْتُ فَضَالَةَ بْنَ عُبَيْدٍ عَنْ تَعْلِيقِ اليَدِ
فِي عُنُقِ السَّارِقِ أَمِنَ السُّنَّةِ هُوَ؟ قَالَ: أُتِيَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِسَارِقٍ فَقُطِعَتْ يَدُهُ،
ثُمَّ أَمَرَ بِهَا، فَعُلِّقَتْ فِي عُنُقِهِ وحسنه
الترمذي.
Syubhat kedua: Definisi atau batasan tangan apakah sampai sikut, lengan,
pergelangan, ruas jari atau seberapa? Jadi dipotong sampai pergelangan sini,
hasil apa? Hasil ijtihad, menurutnya.
Tanggapan : Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir al-Sa’di dalam kitab tafsirnya Taisir
Karim al-Rahman fi Tafsir Kalam al-Manan menjelaskan:
وحد اليد عند الإطلاق من الكوع، فإذا سرق قطعت يده من الكوع
“Dan batasan tangan ketika
disebutkan secara mutlak adalah tulang pergelangan tangan. Maka jika seseorang
mencuri, dipotong tangannya dari tulang pergelangan tangan.”
Begitu juga dalam tafsir al-Jalalain
disebutkan:
"فَاقْطَعُوا أَيْدِيهمَا" أَيْ
يَمِين كُلّ مِنْهُمَا مِنْ الْكُوع
“’Maka potonglah tangan keduanya’
yaitu yang kanan dari kedua pencuri itu, dari tulang pergelangan tangan”
Syubhat Ketiga: Berapa jumlah nilai yang dicuri sehingga dipotong tangan? Inipun
para ulama tidak sepakat, ada yang bilang 10 dirham, 100 dirham, 1000 dirham.
Itu hasil ijtihad.
Tanggapan : untuk menjawab syubhat ini maka cukup dengan sabda Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam berikut:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْطَعُ
السَّارِقَ فِي رُبْعِ
دِينَارٍ فَصَاعِدًا (رواه مسلم)
Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam pernah memotong tangan pencuri (harta senilai) seperempat
dinar atau lebih. (Hadits riwayat Muslim)
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تُقْطَعُ
الْيَدُ فِي رُبُعِ دِينَارٍ فَصَاعِدًا (رواه البخاري)
Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda: dipotong tangan (bagi yang mencuri senilai) seperempat
dinar atau lebih (hadits riwayat al-Bukhari)
عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا
تُقْطَعُ يَدُ السَّارِقِ إِلَّا فِي رُبْعِ دِينَارٍ
فَصَاعِدًا (رواه مسلم)
Dari Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, tidaklah dipotong tangan
pencuri kecuali (senilai) seperempat dinar atau lebih (Hadits riwayat Muslim)
عَنْ عَمْرَةَ
أَنَّهَا سَمِعَتْ عَائِشَةَ تُحَدِّثُ أَنَّهَا سَمِعَتْ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا تُقْطَعُ الْيَدُ إِلَّا فِي رُبْعِ دِينَارٍ فَمَا فَوْقَهُ (رواه
مسلم)
Dari ‘Amrah, bahwa ia mendengar ‘A`isyah berkata, ia mendengar Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: tidak dipotong tangan kecuali
(senilai) seperempat dinar atau lebih. (hadits riwayat Muslim)
أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَطَعَ سَارِقًا فِي مِجَنٍّ قِيمَتُهُ
ثَلَاثَةُ دَرَاهِمَ (رواه مسلم)
Bahwasannya Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam memotong tangan pencuri perisai seharga tiga
dirham (hadits riwayat Muslim)
Ibnu
Katsir dalam kitab tafsirnya menjelaskan bahwa sebagian ulama menjelaskan bahwa
pada zaman dahulu seperempat dinar senilai dengan tiga dirham. Ada pula yang
berpendapat bahwa keduanya (baik seperempat dinar maupun tiga dirham) merupakan
batasan diterapkannya hukum potong tangan.
Syubhat Keempat: Kata (أَيۡدِي) bentuk jamak dari (يَدٌ) tidak selalu bermakna tangan malah sering digunakan sebagai
bentuk kekuasaan. Kenapa tidak menggunakan kata (يَدَانِ) “dua tangan” sedangkan yang dipotong adalah satu tangan
pencuri laki-laki dan satu tangan pencuri perempuan, berarti hanya dua tangan.
Ini jadi
persoalan, ini berarti artinya bukan tangan fisik ini, artinya dipenjara.
“diputus” artinya dicegah jangan sampai orang itu beraksi melakukan
kejahatannya.
Tanggapan : Sebagaimana diiungkapkan oleh Rasyid Ridha bahwa dalam Bahasa
Arab tidak digabungkan dua mutsanna. Misal kata (يَدَانِ) dengan (هُمَا).
Contohnya adalah dalam ayat dalam surah al-Tahrim ayat 4:
إِن
تَتُوبَآ إِلَى ٱللَّهِ فَقَدۡ صَغَتۡ قُلُوبُكُمَاۖ وَإِن تَظَٰهَرَا
عَلَيۡهِ فَإِنَّ ٱللَّهَ هُوَ مَوۡلَىٰهُ وَجِبۡرِيلُ وَصَٰلِحُ ٱلۡمُؤۡمِنِينَۖ
وَٱلۡمَلَٰٓئِكَةُ بَعۡدَ ذَٰلِكَ ظَهِيرٌ ٤
“Jika kamu berdua bertaubat kepada
Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima
kebaikan); dan jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi, maka
sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya dan (begitu pula) Jibril dan orang-orang
mukmin yang baik; dan selain dari itu malaikat-malaikat adalah penolongnya pula.”
Jadi pada ayat
tersebut Allah tidak menggunakan kata (قَلْبَانِكُمَا) tapi (قُلُوبُكُمَا). Padahal maksudnya bukan banyak hati (jumlah hati tiga atau
lebih sehingga menggunakan bentuk kata jamak) namun dua hati.
Kemudian pada menit 10:34 ia menuduh dengan tuduhan yang sangat keji
bahwa para fuqaha dalam menyusun ‘mengkodifikasi’ hukum islam itu by order
(dengan pesanan) penguasa.
Komentar: Betapa beraninya ia menuduh para ratusan atau bahkan ribuan ulama
dengan tuduhan yang sangat menjijikan ini…
Dalam Islam
hukum potong tangan ini telah dijalankan sejak masa Rasulullah, Abu Bakar dan
seterusnya serta ditulis oleh para ulama pada berbagai disiplin kitab (tidak
hanya fiqh). Mungkinkah mereka salah dalam memahami ayat yang kita bahas ini,
ataukah sang buya yang tidak faham sehingga menuduh mereka dengan tuduhan yang
keji?
Al-Hafizh Ibnu
Katsir bahkan menjelaskan bahwa hukum potong tangan ini sudah ada sejak masa
jahiliyah. Ketika Islam datang, dilegitimasi dengan aturan Islam.
Demikian sedikit
bantahan yang dapat saya bahas pada kesempatan ini, semoga bermanfaat bagi kita
semua. Semoga Allah selalu membimbing kita pada jalan yang lurus dan pemahaman
yang benar.
Penulis: Abu Ahmad Ayatullah
Untuk memperkaya bacaan, silahkan baca link berikut:
Tidak ada komentar