Header Ads

Pendahuluan - Mengusap Di Atas Dua Khuff - Bulughul Maram


Syaikh Abdullah bin Abdurrahman al-Bassam dalam kitab Taudhiih al-Ahkaam min Buluugh al-Maraam (I/256-257) menjelaskan:
(المسح) ‘mengusap’ secara bahasa adalah (إمرار اليد على الشيء) ‘menjalankan tangan di atas sesuatu’. Adapun secara syariat adalah menyentuhkan tangan yang basah dengan air pada keadaan khusus di waktu khusus.
(الخُفّ) secara bahasa adalah salah satu jenis sepatu yang dipakai pada kaki. Dinamakan demikian karena ringan. Adapun secara syariat adalah penutup bagi kedua kaki (qadam) sampai kedua mata kaki lebih, terbuat dari kulit atau selainnya.
Bab ini disebutkan setelah bab wudhu karena merupakan pengganti dari membasuh pada bagian bawahnya (kaki). Dan ‘mengusap’ merupakan rukhshah (keringanan).
(الرخصة) ‘keringanan’ secara bahasa adalah (التسهيل فى الأمر) ‘keringanan/kemudahan dalam suatu perkara’. Adapun secara syariat adalah:
ما ثبت على خلاف دليل شرعيٍّ، لمعارضٍ راجح.
sesuatu yang ditetapkan di atas perbedaan dalil syar’i, karena pertentangan yang rajih
Di dalam hadits disebutkan:
إن الله يحب أن تؤتى رخصه كما يحب أن تترك معصيته
sesungguhnya Allah suka jika rukhshah-Nya dilaksanakan, sebagaimana Allah suka seseorang meninggalkan maksiat’ [Shahih Ibnu Khuzaimah: 2027, III/259]
Adapun tentang ‘mengusap’ telah ditunjukkan oleh hadits-hadits mutawatir:
Al-Hasan al-Bashri mengatakan: telah meriwayatkan hadits kepadaku 70 shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap di atas dua khuff beliau.
Ibnu al-Mubarak mengatakan: “tidak ada perbedaan pendapat di kalangan para shahabat tentang bolehnya mengusap di atas dua khuff.”
Ibnu al-Mundzir menukil tentang ijma’ dan kesepakan Ahlu al-Sunnah tentang bolehnya mengusap di atas dua khuff, baik dalam keadaan mukim atau bepergian (safar), baik lelaki maupun wanita; merupakan bentuk kemudahan bagi kaum muslimin.

Syaikh Shalih al-Fauzan dalam kitabnya Tashiil al-Ilmaam bi Fiqh al-Ahaadiits min Buluugh al-Maraam (I/155-157):
Pembahasan bab mengusap di atas dua khuff ini terletak setelah bab wudhu’ karena ia merupakan bagian dari wudhu’ yaitu mengusap kedua kaki, oleh karena itu setelahnya adalah bab mengusap di atas dua khuff; karena di atas kaki ada penutup yang dikenakan dan sulit untuk melepasnya, maka pada keadaan ini di atas penutup ini diusap sebagai ganti dari membasuh kedua kaki.
Keadaan kaki (ketika wudhu) ada dua keadaan:
Keadaan kaki yang tersingkap tanpa penutup, maka dalam keadaan seperti ini wajib untuk membasuhnya.
Keadaan kaki yang tertutup oleh sepatu (khuff) atau selainnya, maka dalam keadaan seperti ini diusap di atas kedua kaki sebagai pengganti dari membasuh.
(المسح) ‘mengusap’ secara bahasa adalah (إمرار اليد على الشيء) ‘menjalankan tangan di atas sesuatu’. Adapun secara syariat adalah menjalankan/mengusapkan tangan yang basah dengan air di atas tempat khusus dengan sifat khusus, akan datang penjelasannya in syaa Allah.
Mengusap di atas dua khuff merupakan salah satu keringanan dalam syariat. Keringanan (rukhshah) sebagaimana dijelaskan oleh ahli Ushul, secara bahasa adalah (السهولة) ‘kemudahan’. Secara istilah adalah ‘sesuatu yang ditetapkan di atas perbedaan dalil syar’i, karena pertentangan yang rajih’. Membasuh dua kaki (dalam wudhu) telah ditetapkan oleh dalil syar’i dan ia merupakan hukum asal. Namun, juga ada ketetapan membasuh dua khuff, dan ia bertentangan dengan hukum asal, dan ini merupakan pertentangan yang rajih oleh karena itu diamalkan.
Hikmah disyariatkannya rukhshah adalah untuk kemudahan bagi ummat dan menghilangkan kesulitan darinya. Allah suka rukhshah-nya dilaksanakan sebagaimana Allah benci seseorang mengerjakan maksiat kepada-Nya. Maka rukhshah lebih utama untuk diambil dan diutamakan. Dan diantara rukhshah itu adalah mengusap di atas dua khuff, maka sesungguhnya mengamalkan keringanan dari Allah untuk mencegah kesulitan dan menghilangkan kesukaran dan sebagai kemudahan bagi ummat sebagaimana firman Allah:
وَمَا جَعَلَ عَلَيۡكُمۡ فِي ٱلدِّينِ مِنۡ حَرَجٖۚ ٧٨
“Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.” [al-Hajj: 78]
Ummat Ahlu as-Sunnah wa al-Jama’ah sepakat tentang disyariatkannya mengusap di atas dua khuff, tidak ada yang menyelesihinya kecuali ahli bid’ah dari kalangan Syi’ah dan Khawarij. Adapun syubhat mereka adalah: sesungguhnya ayat di surah al-Ma’idah yang terakhir (tentang wudhu) adalah membasuh dua kaki. Maka hukum yang ditetapkan yaitu membasuh dua kaki karena ini merupakan perintah yang terakhir, mereka tidak berhujjah dengan hadits-hadits karena mereka menganggap bahwa hadits-hadits tersebut telah dihapus hukumnya oleh ayat al-Qur’an.
Jawaban terhadap syubhat mereka sangat mudah, walillahilhamd.
Kita jawab:
Justru mengusap di atas dua khuff adalah yang terakhir. Dalilnya adalah hadits (tentang mengusap di atas dua khuff ) dari shahabat al-Mughirah yang terjadi pada perak Tabuk, sedangkan perak Tabuk merupakan perang yang terakhir yang diikuti oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang terjadi pada tahun 9 atau 10 H. Adapun ayat di surah al-Ma’idah (tentang wudhu’) turun pada perang Musairi’ yang dinamakan perang Bani Musthaliq, ini terjadi lebih dahulu dari perang Tabuk.
Di antara dalil yang menunjukkan bahwa mengusap di atas dua khuff adalah yang terakhir adalah hadits dari shahabat Jarir bin ‘Abdullah al-Bajali radhiyallahu ‘anhu, dia merupakan salah satu dari periwayat hadits tentang mengusap di atas dua khuff. Ia pernah ditanya tentang mengusap di atas dua khuff: “Apakah ini terjadi setelah turunnya surah al-Ma’idah?” ia mengatakan bahwa ia masuk Islam setelah turunnya surah al-Ma’idah yang di dalamnya terdapat ayat tentang wudhu’. Dan dia meriwayatkan hadits mengusap di atas dua khuff ini menunjukkan bahwa ia datang belakangan dari pada ayat di surah al-Ma’idah.
Jika seandainya ayat di surah al-Ma’idah itu turun belakangan, namun ia tidak bertentangan dengan hadtis-hadits (tentang mengusap di atas dua khuff), bahkan keduanya harus di-jamak (dikompromikan), karena tidak boleh menerapkan naskh (penghapusan suatu hukum) kecuali jika tidak dapat di-jamak (dikompromikan). Pada permasalahan ini masih memungkinkan untuk menjamak, yaitu ayat tentang membasuh kedua kaki dipahami jika kaki tersingkap/tidak tertutup. Adapun  hadits-hadits tentang mengusap di atas dua khuff dipahami dilakukan jika kakinya tertutup dengan khuff. Oleh karena itu tidak ada pertentangan antara ayat dan sunnah dan tidak ada pertentangan antara ‘aam (umum) dan khash (khusus), dan kaidah ini dikenal, yang khusus lebih didahulukan dari pada yang umum.

~ Abu Ahmad, Ayatullah ~
Koto Tangah – Kota Padang
19:18 | Sabtu, 28 April 2018

Maraji’:
Abdullah bin Abdurrahman al-Bassam, Taudhiih al-Ahkaam min Buluugh al-Maraam, Makkah: Maktabah al-Asadi, 2003.
Abu Bakar Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah al-Salami al-Naisaburi, Shahih Ibnu Khuzaimah, Beirut: Maktabah al-Islami, 1980, tahqiq: Musthafa A’zhami.

Shalih bin Fauzan bin ‘Abdullah al-Fauzan, Tashiil al-Ilmaam bi Fiqh al-Ahaadiits min Buluugh al-Maraam, Riyadh: 2006.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.