Header Ads

117 – Hadits Fathimah binti Abi Hubaisy - Bab Haidh -Kitab Thaharah - Bulughul Maram

Hadits Fathimah binti Abi Hubaisy

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: - إِنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ أَبِي حُبَيْشٍ كَانَتْ تُسْتَحَاضُ, فَقَالَ رَسُولُ اَللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - "إِنَّ دَمَ اَلْحَيْضِ دَمٌ أَسْوَدُ يُعْرَفُ, فَإِذَا كَانَ ذَلِكَ فَأَمْسِكِي مِنَ اَلصَّلَاةِ, فَإِذَا كَانَ اَلْآخَرُ فَتَوَضَّئِي, وَصَلِّي" - رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ, وَالنَّسَائِيُّ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّانَ, وَالْحَاكِمُ, وَاسْتَنْكَرَهُ أَبُو حَاتِم.
وَفِي حَدِيثِ أَسْمَاءَ بِنْتِ عُمَيْسٍ عِنْدَ أَبِي دَاوُدَ: - لِتَجْلِسْ فِي مِرْكَنٍ, فَإِذَا رَأَتْ صُفْرَةً فَوْقَ اَلْمَاءِ, فَلْتَغْتَسِلْ لِلظُّهْرِ وَالْعَصْرِ غُسْلاً وَاحِدًا, وَتَغْتَسِلْ لِلْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ غُسْلاً وَاحِدًا, وَتَغْتَسِلْ لِلْفَجْرِ غُسْلاً, وَتَتَوَضَّأْ فِيمَا بَيْنَ ذَلِكَ -
Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Fatimah binti Abu Hubaisy sedang keluar darah penyakit (istihadhah). Maka Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepadanya: "Sesungguhnya darah haid adalah darah hitam yang telah dikenal. Jika memang darah itu yang keluar maka berhentilah dari shalat, namun jika darah yang lain berwudhulah dan shalatlah." Riwayat Abu Dawud dan Nasa'i. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban dan Hakim. Abu Hatim mengingkari hadits ini.
Dalam hadits Asma binti Umais menurut riwayat Abu Dawud: "Hendaklah dia duduk dalam suatu bejana air. Maka jika dia melihat warna kuning di atas permukaan air hendaknya ia mandi sekali untuk Dhuhur dan Ashar, mandi sekali untuk Maghrib dan Isya', dan mandi sekali untuk shalat subuh dan berwudlu antara waktu-waktu tersebut."

Syaikh Abdullah bin Abdurrahman al-Bassam dalam kitab Taudhiih al-Ahkaam min Buluugh al-Maraam, menjelaskan:
Derajat hadits ini shahih.
(تُسْتَحَاضُ) ‘istihadhah’ adalah darah yang mengalir di selain waktu-waktu yang biasa, keluar akibat bengkak (atau tumor) atau peradangan atau penyakit-penyakit yang ada dalam rahim yang lain, atau di leher rahim atau di vagina atau terbukanya pembuluh (darah).

Faidah hadits :

  •       Dalam hadits ini terdapat penjelasan tentang darah haidh dan penetapan hukumnya.
  •       Adanya istihadhah pada sebagian wanita dan penjelasan hukumnya.
  •    Bahwasannya wanita jika terkena istihadhah dan darahnya banyak, maka sesungguhnya ia berbeda dengan hari-hari haidhnya dengan warna darah haid yang hitam dibandingkan darah istihadhah yang merah musyriq.
  •      Berhenti dari shalat, jangan shalat pada hari-hari keluarnya darah yang hitam. Jika darah telah berubah dari hitam ke humrah (merah), maka itu adalah tanda sucinya dari darah haid, maka berwudhu dan shalatlah, karena engkau telah suci.
  •     Bahwasannya darah istihadhah hukumnya berbeda dengan darah haid, berupa meninggalkan shalat dan lain-lain. Ia hanya darah penyakit yang terjadi pada wanita suci, oleh karena itu ia melakukan kegiatan sebagaimana wanita yang suci dari haid.
  •      Bahwa istihadhah adalah bagian dari penyakit, maka wajib baginya untuk mandi pada setiap dua kali shalat. Zhuhur dan ashar dengan sekali mandi, maghrib dan isya’ dengan sekali mandi, dan shubuh sekali mandi. Akan dijelaskan nanti tentang perbedaan pendapat para ulama tentang hal ini.
  •     Wajib wudhu setiap kali akan shalat, karena ia dalam hukum orang yang selalu berhadats dan tidak berhenti.
  •    Jika wanita yang istihadhah memiliki kebiasaan yang tetap yang terjadi pada hari-hari kebiasaannya. Karena kebiasaan lebih kuat dari selainnya, namun jika tidak mengetahui kebiasaannya, maka ia bedakan dengan cara yang benar, apakah sebagian darahnya hitam, atau tebal (padat) atau berbau anyir (busuk). Jika tidak ada perbedaan (tidak dapat dibedakan) dengan benar, maka hukumnya adalah darah haid, selama 6 atau 7 hari.
  •     Barangsiapa yang terkena hadats yang berkesinambungan (terus menerus tanpa henti) seperti istihadhah, salis al-baul (selalu keluar air kencingnya), (selalu keluar) madzi, (selalu keluar) kentut, atau luka yang darahnya tidak berhenti, maka wajib baginya untuk mandi sebagai kewajiban (menghilangkan) najis dan kondisinya, dan berwudhu untuk waktu setiap kali shalat jika keluar sesuatu, dan disunnahkan mandi istihadhah untuk setiap kali (akan) shalat.
  •     Wajibnya mencuci/membasuh darah (yang keluar) untuk setiap (akan) shalat, karena darah (yang keluar) adalah najis menurut kesepakatan para ulama.
  •      Bersuci dari najis; karena ia adalah syarat sah shalat.
  •   Hadits ini menunjukkan bahwa perkataan wanita dapat diterima tentang keadaannya, dari kehamilan, ‘iddah, inqidha’, dan selainnya.
  •      Wanita yang istihadhah wajib shalat, meskipun darahnya mengalir; karena ia suci.
  •      Kewajiban shalat datang hanya dengan berhentinya darah haid.
Perbedaan pendapat para ulama :
Ulama berbeda pendapat tentang kewajiban mandi setiap kali akan shalat bagi wanita yang terkena istihadhah:
a.       Mayoritas ulama, diantaranya imam yang empat serta riwayat dari ‘Ali, Ibnu ‘Abbas dan ‘Aisyah berpendapat bahwa tidak wajib; berpegang pada kaidah baraa’atu al-ashliyyah (kebebasan dasar / pada dasarnya tidak ada beban).
Tanggapan mereka terhadap hadits yang memerintahkan untuk mandi, bahwa haditsnya tidak dapat dijadikan landasan hukum (laisa fiihaa syai’ tsaabit).
Syaikh Shiddiq dalam Syarh al-Raudhah mengatakan: Tidak ada satu hadits-pun (yang shahih) yang mewajibkan mandi setiap (akan) shalat, atau setiap dua shalat, atau setiap hari. Yang benar adalah wajib mandi setiap selesai waktu haidhnya, atau selesai waktu yang diperkirakan merupakan waktu haidh dengan beberapa qarinah (indikasi). Sebagaimana dalam hadits ‘Aisyah dalam al-shahihain dan selainnya dengan lafazh:
إِذَا أَقْبَلَتْ الْحَيْضَةُ فَدَعِي الصَّلَاةَ وَإِذَا أَدْبَرَتْ فَاغْسِلِي عَنْكِ الدَّمَ وَصَلِّي
“Jika engkau sedang haidh maka tinggalkanlah shalat, dan jika telah berlalu (selesai) maka cucilah untuk menghilangkan darahnya (atau mandilah) dan shalatlah”
Adapun dalam hadits riwayat Muslim, hadits dari Ummu Habibah bin Jahsy yang mandi setiap kali akan shalat, maka tidak dapat dijadikan hujjah karena itu merupakan inisiatif  pribadi, bukan perintah dari Nabi.
b.      Sebagian ulama berpendapat: bagi wanita yang istihadhah maka wajib mandi setiap akan shalat. Ini merupakan bentuk pengamalan hadits-hadits yang disebutkan dalam sebagian kitab-kitab al-sunan.

Pendapat yang kuat adalah pendapat yang pertama. Ibnu Taimiyah mengatakan: mandi setiap kali akan shalat adalah mustahab (sunnah), bukan wajib menurut pendapat 4 imam madzhab dan selain mereka. Namun yang wajib atasnya adalah berwudhu setiap kali akan shalat fardhu yang lima waktu, menurut pendapat mayoritas ulama.

~ Abu Ahmad, Ayatullah ~
Koto Tangah – Kota Padang
06:52 | Sabtu/15 Sept 2018


Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.