Header Ads

Pendapat Mayoritas Ulama Tentang Hukum Air

Pada artikel kali ini penulis menulis tetang pendapat jumhur (mayoritas) ulama yang berkaitan dengan Air. Rujukan utama penulis adalah kitab Mausu’ah Masa’il al-Jumhur Fi al-Fiqh al-Islamiy karya Muhammad Na’im Muhammad Hani Sa’i, namun penulis membatasi hanya menerjemahkan pandangan jumhur, adapun pendapat sebagian ulama, maka tidak diuraikan. Bagi yang ingin mengetahuinya, maka dapat merujuk kepada kitab yang telah disebutkan.
Hukum Tentang Air
  • Bersuci dengan air laut : jumhur ulama dari kalangan shahabat, tabi’in dan yang setelah mereka berpendapat tentang bolehnya bersuci menggunakan air laut.
  • Tentang air musyammas (air yang panas karena sinar matahari) : jumhur fuqaha berpendapat tidak makruh bersuci menggunakan air musyammas. Imam al-Syafi’i berpendapat makruh bersuci dengannya, ia berkata : (ولا أكره المشمس إلا من جهة الطب) 'Aku hanya memakruhkan musyammas dari sisi kesehatan'
  • Bersuci menggunakan air Zamzam : jumhur ulama berpendapat tidak makruh bersuci menggunakan air zamzam, kecuali imam Ahmad.
  • Tentang air yang berubah karena diam / tergenang : jumhur ulama berpendapat tidak makruh bersuci dengan air yang berubah karena diam / tergenang, kecuali Ibnu Sirin.
  • Tentang air yang dipanaskan : jumhur ulama berpendapat tidak makruh bersuci menggunakan air yang dipanaskan, baik dipanaskan dengan benda yang suci maupun najis.
  • Apakah boleh bersuci dengan selain air mutlak ? : jumhur salaf dan khalaf berpendapat bahwa hadats dan najis hanya dapat dihilangkan dengan air mutlak.
  • Bersuci menggunakan air saluran / kanal : jumhur ahli ilmu berpendapat bahwa boleh mandi dan wudhu dengan air sungai yang air sungai dan kanal-kanalnya mengalir, tidak makruh.

Tentang Hal-hal Yang Merusak Air
  • Tentang air musta’mal : jumhur salaf dan khalaf berpendapat bahwa air musta’mal merupakan air yang suci.
  • Tentang bolehnya bersuci dengan air musta’mal : kami dapati banyak ahli ilmu yang berpendapat tentang bolehnya bersuci menggunakan air musta’mal. Adapun Abu Hanifah, Malik dalam satu riwayat, al-Syafi’i dalam zhahir mazdhabnya dan Ahmad berpendapat bahwa air musta’mal tidak dapat mensucikan.
  • Tentang air yang terdapat di dalamnya hewan mati yang tidak memiliki darah yang mengalir : jumhur ulama berpendapat bahwa air yang terdapat di dalamnya bangkai hewan yang tidak punya darah yang mengalir (misal: serangga), airnya tidak berubah jadi najis baik jumlah airnya sedikit maupun banyak.
  • Air yang banyak tercampur dengan air kencing manusia dan najis yang selainnya : mayoritas ahli ilmu berpendapat bahwa air yang banyak yang mencapai 2 kulah atau lebih tidak ternajisi oleh najis yang masuk ke dalamnya selama tidak berubah salah satu sifatnya yang berupa rasa, warna atau bau.
  • Tentang air yang tercampur dengan benda yang suci : jumhur ahli ilmu berpendapat bahwa air yang tercampur benda yang suci tetap pada kesuciannya selama tidak berubah sifatnya.
  • Tentang perbedaan antara air sedikit yang menggenang dan yang banyak jika termasuki najis : tidak ada bedanya antara keduanya bahwa baik airnya sedikit maupun banyak tidak ternajisi selama tidak berubah salah satu sifatnya (rasa, warna atau bau).
  • Tentang sisa jilatan / minum kucing : jumhur ulama berpendapat suci tanpa makruh. Ini pendapat imam Malik, al-Syafi’i, Ahmad, serta yang lainnya dari kalangan shahabat, Tabi’in dari penduduk Madinah, Syam, Kufah dan ahli ra’yi.
  • Tentang sisa minum manusia : seluruh ulama berpendapat suci, baik sisa minum orang mu’min atau kafir, baik dalam keadaan suci maupun haidh.



Terj. : ~ Abu Ahmad Ayatullah ~

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.