052. Do’a Setelah Berwudhu – Kitab Bulughul Maram
وَعَنْ عُمَرَ - رضي الله عنه - قَالَ:
قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - - مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ
يَتَوَضَّأُ, فَيُسْبِغُ اَلْوُضُوءَ, ثُمَّ يَقُولُ: أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ
إِلَّا اَللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُولُهُ, إِلَّا فُتِحَتْ لَهُ أَبْوَابُ اَلْجَنَّةِ الثَّمَانِيَةُ" -
أَخْرَجَهُ مُسْلِم ٌ.
وَاَلتِّرْمِذِيُّ, وَزَادَ: - اَللَّهُمَّ اِجْعَلْنِي مِنْ
اَلتَّوَّابِينَ, وَاجْعَلْنِي مِنْ اَلْمُتَطَهِّرِينَ -.
Dan dari ‘Umar radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidaklah salah seorang dari kalian berwudhu,
kemudian ia menyempurnakan wudhu. Kemudian ia mengatakan: “Aku bersaksi
bahwa tidak ada tuhan (yang berhak disembah) kecuali Allah saja, tidak ada
sekutu baginya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad hamba-Nya dan utusan-Nya”, kecuali
dibuka baginya pintu-pintu surga yang delapan”. [Hadits diriwayatkan oleh
Muslim]
Dan imam al-Tirmidzi, meriwayatkan hadits dengan tambahan lafal:
“Ya Allah jadikanlah aku termasuk dari orang-orang yang bertaubat dan
jadikanlah aku termasuk dari orang-orang yang mensucikan diri.”
Derajat Hadits:
Setelah menukil hadits yang terdapat tambahan di atas, imam
al-Tirmidzi mengomentari:
وَهَذَا حَدِيثٌ فِي إِسْنَادِهِ اضْطِرَابٌ وَلَا يَصِحُّ عَنْ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي هَذَا الْبَابِ كَبِيرُ شَيْءٍ
قَالَ مُحَمَّدٌ وَأَبُو إِدْرِيسَ لَمْ يَسْمَعْ مِنْ عُمَرَ شَيْئًا
“dan hadits ini dalam sanadnya ada idhthirab (kegoncangan) dan
tidak shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang bab (pembahasan)
yang besar ini satu hadits pun. Muhammad berkata: dan Abu Idris tidak pernah
mendengar satu hadits pun dari ‘Umar.”
Syaikh al-Albani menilai hadits ini sebagai hadits shahih. [Sunan
al-Tirmidzi, ta’liq: Muhammad bin Nuh al-Albani, Riyadh: Maktabah
al-Ma’arif, tt. hadits ke 55, hal. 24]
Syaikh ‘Abdullah al-Bassam dan al-Mubarakfuri menilai hadits ini tsabat
(kokoh/dapat diterima). Karena hadits ini memiliki syawahid (penguat
dari jalur shahabat yang lain) yaitu: hadits yang diriwayatkan oleh al-Bazzar
dan al-Thabrani dalam al-Ausath dari jalur Tsauban, hadits yang
diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari jalur Anas, hadits yang diriwayatkan oleh
al-Hakim dalam al-Mustadrak dari jalur Abu Sa’id dan juga syawahid
yang lain. [Syaikh Abdullah bin Abdurrahman al-Bassam dalam kitab Taudhiih
al-Ahkaam min Buluugh al-Maraam, Makkah: Maktabah al-Asadi, 2003.
(I/251)]
Syarah Hadits:
Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Fauzan dalam kitabnya Tas-hiil
al-Ilmaam bi fiqh al-Ahadits min Bulugh al-Maram (I/149-154):
(مَا) peniadaan, dan (مِنْكُمْ) ‘dari kalian’: yaitu
kaum muslimin, mencakup shahabat dan mencakup orang-orang setelah mereka dari
kalangan kaum muslimin sampai terjadi Hari Kiamat. (مِنْ أَحَدٍ) kalimat asalnya adalah
(مَا مِنْكُمْ أَحَدٌ) kemudian dimasukkan kata (مِنْ) yang berfungsi sebagai al-takkiid
al-nafyi (menguatkan/menekankan peniadaan) (يَتَوَضَّأُ, فَيُسْبِغُ اَلْوُضُوءَ,) ‘berwudhu, lalu
menyempunakan wudhunya’ yaitu menyempurnakannya sampai tidak ada bagian
dari anggota wudhu yang tidak terkena air.
(ثُمَّ يَقُولُ) ‘kemudian ia
mengatakan’ yaitu setelah selesai dari berwudhu (أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اَللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ
لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُ). (أَشْهَدُ) maknanya adalah aku
mengetahui, mengakui/menetapkan dan meyakini (أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اَللَّهُ) ‘bahwa tidak ada
tuhan (yang berhak disembah) kecuali Allah’ kalimat yang agung ini mencakup
dua rukun: nafyi (peniadaan) dan itsbaat (penetapan).
Peniadaan (terkandung pada) (لَا إِلَهَ) dan penetapan (إِلَّا اَللَّهُ). Oleh karena itu, tidak
cukup bagi seseorang untuk mengatakan: Allah adalah tuhan, atau Allah yang
diibadahi; karena tidak ada seorang pun yang mengingkari ketuhanan Allah,
sampai orang musyrik yang menyembah patung-patung pun mengetahui bahwa Allah
adalah tuhan. Namun mereka mengingkari peng-esaan-Nya dalam peribadatan dan
meniadakan peribadatan kepada selain-Nya, hal ini sebagaimana firman Allah
dalam surah Shad ayat 4 dan 5:
وَعَجِبُوٓاْ
أَن جَآءَهُم مُّنذِرٞ مِّنۡهُمۡۖ وَقَالَ ٱلۡكَٰفِرُونَ هَٰذَا سَٰحِرٞ كَذَّابٌ
٤ أَجَعَلَ
ٱلۡأٓلِهَةَ إِلَٰهٗا وَٰحِدًاۖ إِنَّ هَٰذَا لَشَيۡءٌ عُجَابٞ ٥
4. Dan mereka heran karena mereka kedatangan seorang pemberi
peringatan (rasul) dari kalangan mereka; dan orang-orang kafir berkata:
"Ini adalah seorang ahli sihir yang banyak berdusta"
5. Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu saja?
Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan.
Mereka tidak mengingkari bahwa Allah adalah tuhan, karena mereka
mengetahui hal ini. Kamudian mereka beribadah kepada Allah, namun mereka
mengingkari pembatasan ibadah hanya kepada Allah, karena hal ini berarti
membatalkan peribadatan kepada patung-patung, dan hal ini tidak mereka
kehendaki. Yang mereka kehendaki adalah mereka menyembah Allah dan menyembah yang lainnya yang mereka sangka
dapat memberi syafaat (pertolongan) kepadanya. Dalam surah al-Shaffat ayat
35-36:
إِنَّهُمۡ
كَانُوٓاْ إِذَا قِيلَ لَهُمۡ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا ٱللَّهُ يَسۡتَكۡبِرُونَ ٣٥ وَيَقُولُونَ
أَئِنَّا لَتَارِكُوٓاْ ءَالِهَتِنَا لِشَاعِرٖ مَّجۡنُونِۢ ٣٦
35. Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka:
"Laa ilaaha illallah" (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan
Allah) mereka menyombongkan diri
36. dan mereka berkata: "Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan
sembahan-sembahan kami karena seorang penyair gila?
Maka seyogyanya bahkan seharusnya
bagi penuntut ilmu untuk memahami hal ini, karena ini adalah pokok dan asas
fiqh, yang mana seluruh ibadah dibangun di atasnya, yaitu memahami makna (لَا إِلَهَ إِلَّا اَللَّهُ), apa saja yang
dikehendaki oleh kalimat tersebut dan apa pembatal-pembatalnya.
Ia bukanlah kalimat yang hanya
diucapkan dan diulang-ulang, dan dijadikan wirid pada pagi dan sore hari
yang dibaca ratusan dan ribuan kali, namun ia tidak meninggalkan peribadatan
kepada selain Allah, bahkan ia menyembah kuburan-kuburan dan menyembah berhala-berhala,
dan ia berkata (لَا إِلَهَ
إِلَّا اَللَّهُ) dan
mengulang-ngulangnya, maka ini saling bertentangan. Hal ini bermakna ia tidak
merealisasikan dua rukunnya, yaitu peniadaan dan penetapan.
Kalimat (وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ), kata (وَحْدَهُ) ‘satu-satunya/semata’
merupakan ta`kiid (penguat) untuk penetapan (إِلَّا اَللَّهُ), dan kata (لَا شَرِيكَ لَهُ) ‘tidak ada
sekutu/tandingan bagi-Nya’ merupakan penguat untuk peniadaan (لَا إِلَهَ).
Kalimat (وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا) yaitu Aku menyatakan,
mengetahui dan meyakini bahwa Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam (عَبْدُهُ وَرَسُولُ) ‘hamba dan
utusan-Nya’. Maknanya: tidak cukup seseorang bersaksi bahwa Tidak ada
yang berhak disembah kecuali Allah, namun ia juga harus bersaksi bahwa
Muhammad adalah utusan Allah. Kata (عَبْدُهُ) ‘hamba-Nya’,
merupakan bantahan bagi orang yang berlebih-lebihan dan ghuluw (ekstrim)
yang menganggap Nabi Muhammad memiliki sebagian dari sifat-sifat rububiyyah
(penciptaan dan pengaturan alam), namun beliau merupakan seorang hamba yang
tidak memiliki sifat-sifat rububiyyah atau uluhiyyah sama sekali.
Setiap makluk adalah hamba Allah,
baik dari kalangan para malaikat, para rasul, orang-orang shalih, dan para
wali, mereka merupakan hamba Allah.
Kalimat (وَرَسُولُ) ‘dan utusan-Nya’
merupakan bantahan bagi orang yang menyangkal atau menyangsikan risalah
Nabi Muhammad, mereka adalah orang-orang yahudi, nasrani, dan seluruh orang
kafir, ini merupakan bantahan atas mereka dan pengumuman untuk berlepas diri
dari perkataan mereka.
Lalu apa hikmah dari penutupan wudhu
dengan dua kalimat syahadat yang agung ini?
Hikmahnya adalah agar seorang muslim
mengumpulkan dua kesucian sekaligus, yaitu suci maknawi dari kesyirikan dan
suci fisik dari hadats. Suci maknawi dihasilkan dengan tauhid dan suci
fisik dihasilkan dengan air. Maka terkumpul dua kesucian, yaitu kesucian zhahir
dengan wudhu dan kesucian batin dengan tauhid.
Kalimat (إِلَّا فُتِحَتْ) ‘kecuali dibukakan’
ini merupakan jawaban dari peniadaan (مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَد) ‘tidaklah salah
seorang dari kalian’ (إِلَّا
فُتِحَتْ لَهُ أَبْوَابُ اَلْجَنَّةِ الثَّمَانِيَةُ) ‘kecuali dibukakan
baginya pintu surga yang delapan’, jadi surga memiliki banyak pintu sebagaimana
disebutkan di dalam al-Qur’an:
وَسِيقَ
ٱلَّذِينَ ٱتَّقَوۡاْ رَبَّهُمۡ إِلَى ٱلۡجَنَّةِ زُمَرًاۖ حَتَّىٰٓ إِذَا
جَآءُوهَا وَفُتِحَتۡ أَبۡوَٰبُهَا
“Dan orang-orang yang bertakwa kepada Tuhan dibawa ke dalam
surga berombong-rombongan (pula). Sehingga apabila mereka sampai ke surga itu
sedang pintu-pintunya telah terbuka.” [al-Zumar : 73]
Begitu pula neraka memiliki banyak pintu, sebagaimana firman Allah
dalam surah al-Hijr ayat 44:
لَهَا
سَبۡعَةُ أَبۡوَٰبٖ لِّكُلِّ بَابٖ مِّنۡهُمۡ جُزۡءٞ مَّقۡسُومٌ ٤٤
“Jahannam itu mempunyai tujuh pintu. Tiap-tiap pintu (telah
ditetapkan) untuk golongan yang tertentu dari mereka.”
Allah telah menyebutkan di dalam
al-Qur’an bahwa pintu neraka ada tujuh. Sedangkan pintu surga Allah sebutkan
ada beberapa pintu, namun Allah tidak menyebutkan jumlahnya. Dan pada hadits
ini, Rasulullah menyebutkan jumlah pintu surga yang jumlahnya ada delapan.
(أَخْرَجَهُ مُسْلِم ٌ. وَاَلتِّرْمِذِيُّ, وَزَادَ: - اَللَّهُمَّ
اِجْعَلْنِي) kata (اَللَّهُمَّ) ini merupakan nidaa’
(seruan) pada asalnya adalah (يَا اَللَّه) ‘ya Allah/wahai Allah’,
kemudian Yaa’ nidaa’ dibuang dan diganti dengan miim yang di
akhir lafal al-Jalaalah.
(اِجْعَلْنِي مِنْ اَلتَّوَّابِينَ) ‘jadikanlah aku
termasuk orang-orang yang bertaubat’ adalah jamak (bentuk plural)
dari (توَّاب) yaitu banyak taubat. Taubat maknanya adalah kembali kepada
Allah. Dan taubat dari dosa-dosa mencakup setiap maksiat : diantaranya syirik,
kufur, membunuh jiwa, minum khamr, zina dan mencuri. Maka barangsiapa yang
bertaubat dengan taubat yang sebenarnya maka Allah akan menerima taubatnya
sebesar apa pun dosanya, karena taubat menghapuskan apa yang sebelumnya.
(اِجْعَلْنِي مِنْ اَلتَّوَّابِينَ) ‘jadikanlah aku
termasuk orang-orang yang bertaubat’ yaitu banyak taubat, orang-orang yang
setiap berbuat keburukan ia bertaubat kepada Allah. (وَاجْعَلْنِي مِنْ اَلْمُتَطَهِّرِينَ) ‘dan jadikanlah aku
termasuk orang-orang yang mensucikan diri’ yaitu suci dari seluruh dosa dan
maksiat, begitu pula suci dari hadats besar dan hadats kecil. Allah mencintai
kedua golongan ini, sebagaimana dalam firman-Nya:
ۚ
إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلتَّوَّٰبِينَ وَيُحِبُّ ٱلۡمُتَطَهِّرِينَ ٢٢٢
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan
menyukai orang-orang yang mensucikan diri”. (al-Baqarah: 222)
Faidah hadits:
- Keutamaan menyempurnakan wudhu, dan telah berlalu hadits yang menjelaskan bahwa ummat ini akan dipanggil di hari Kiamat dalam keadaan wajah dan anggota wudhunya bercahaya dari bekas wudhu.
- Disyariatkannya berdzikir dengan dzikir yang agung ini setelah wudhu (أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اَللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، اَللَّهُمَّ اِجْعَلْنِي مِنْ اَلتَّوَّابِينَ, وَاجْعَلْنِي مِنْ اَلْمُتَطَهِّرِينَ) dan telah berlalu penjelasan bahwa wudhu dimulai dengan membaca bismillah.
- Tidak disyariatkan dzikir dalam wudhu selain kedua dzikir di atas yang diucapkan pada awal dan akhir wudhu saja. Adapun dzikir-dzikir yang selain kedua dzikir tersebut, tidak ada dalilnya.
- Hadits ini menunjukkan disyariatkannya menggabungkan dua bersuci yaitu suci dari hadats dan suci dari syirik dan seluruh bid’ah.
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman al-Bassam dalam kitab Taudhiih
al-Ahkaam min Buluugh al-Maraam, hal 251-255 menjelaskan:
(اَلْجَنَّةِ) setiap kata yang
terdiri dari huruf (جنن) maknanya berkisar pada (اَلسِتْرُ وَالإِخْفَاء) “tutupan/halang dan
tersembunyi/samar-samar” adapun yang dimaksud dengan (اَلْجَنَّةِ) ‘surga’ adalah
tempat kenikmatan yang ada di akhirat.
(الثَّمَانِيَةُ) ‘delapan’ ini
adalah (jumlah) pintu-pintu surga yang datang dijelaskan di sebagian
hadits-hadits. Di ash-Shahihain: pintu Shalat, pintu Jihad, pintu Puasa,
bab Shadaqah. Di Musnad Ahmad dan selainnya: pintu Menahan amarah, pintu
orang-orang yang bertawakkal, pintu Dzikir, pintu Taubat.
(اَلتَّوَّابِينَ) ‘orang-orang yang
bertaubat’, taubat adalah mengetahui/menyadari dosa, menyesal, berlepas
diri, dan ber-‘azam (bertekad) untuk tidak mengulanginya. Ia adalah
kembali dari dosa-dosa dan ‘aib-‘aib kepada ketaatan kepada Allah. Kata (اَلتَّوَّاب) merupakan shighah
dari (فَعَّالٌ) datang sebagai bentuk mubaalaghah (semacam hiperbolis)
dan juga nisbah. Orang karena itu kata ini dapat mengandung dua makna
yaitu: jadikanlah aku termasuk orang-orang yang memiliki/melakukan taubat
(bentuk untuk nisbah), dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang
banyak bertaubat (bentuk untuk mubaalaghah). Kedua makna ini dapat
dibenarkan.
(اَلتَّوَّاب) merupakan salah satu
dari nama-nama Allah yang indah, maknanya adalah menunjukkan untuk bertaubat
dan menerima taubat.
Faidah Hadits :
- Keutamaan wudhu, dan pahala yang didapatkan oleh orang yang melakukannya.
- Disyariatkan meratakan/memenuhkan wudhu dan menyempurnakannya, dan pahala besar yang didapatkannya.
- Keutamaan dzikir agung ini, dan bahwasannya ia adalah sebab kebahagiaan abadi. Hukumnya adalah sunnah berdasarkan kesepakatan para ulama. Dzikir ini juga dibaca setelah mandi dan tayammum karena keduanya merupakan bagian dari thaharah (bersuci), maka disunnahkan di padanya berdzikir.
- Bahwa sempurna/meratanya wudhu dan membaca dzikir ini setelahnya, merupakan salah satu sebab terkuat yang dapat memasukkan seseorang ke dalam surga.
- Penetapan adanya hari kebangkitan dan balasan setelah kematian.
- Penetapan adanya surga dan pintu-pintunya yang jumlahnya ada delapan, dan adanya pemilihan dalam memasuki pintu-pintunya bagi orang yang melakukan amalan yang utama, bagi orang yang suci secara lahir dan batinnya.
- Dibukakannya pintu-pintu surga bagi orang yang memiliki kedudukan ini, dapat dipahami pada dua hal:
- Pertama: kemudahan untuk meraihnya dan kemudahan menelusuri jalan-jalan kebaikan menuju pintu-pintu surga.
- Kedua: (فُتِحَتْ) maknanya adalah akan dibukakan pada hari kiamat. Kata ini dalam bentuk ‘lampau/past tense’ digunakan untuk hal ‘yang akan terjadi’ karena kepastian akan terjadinya dan dekatnya akan terjadinya. Ini merupakan salah satu contoh ta’biir balaaghii (susunan kalimat balaghah).
- Kesesuaian dzikir ini sebagai penyempurna bagi bersuci dengan berwudhu. Yaitu setelah mensucikan zhahirnya dengan air, kemudian ia sucikan batinnya dengan akidah tauhid dan kalimat ikhlash yang merupakan kalimat paling mulia.
- Kalimat tauhid adalah gabungan dari syahadat (أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اَللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ, ) dan syahadat (أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ), dan tidak cukup hanya salah satunya saja.
- Tambahan lafal hadits dalam riwayat al-Tirmidzi tidak me-nafi-kan hadits (riwayat Muslim) serta tidak bertentangan dengannya, tambahan tersebut berasal dari riwayat orang yang tsiqah, maka tembahan tersebut dapat diterima. Maka doa dengan meminta taubat, suci zhahir dengan air, suci batin dari akhlak yang hina, dan suci dari dosa dan maksiat – sesuai diucapkan setelah bersuci dari hadats kecil dan besar.
- Al-Thiibii mengatakan: “mengucapkan dua kalimat syahadat di penghujung wudhu, merupakan isyarat kepada ikhlasnya amal dari syirik dan riya’, setelah mensucikan anggota tubuh dari keburukan dan hadats”.
- Ibnul Qayyim mengatakan: “setiap hadits tentang dzikir-dzikir yang dibaca pada setiap membasuh anggota wudhu sebagaimana dilakukan oleh mayoritas orang, adalah bid’ah yang tidak ada asalnya, dan hadits-hadits yang berkaitan dengannya adalah hadits-hadits yang dibuat dan dusta”.
- Imam al-Nawawi: “Doa-doa yang dilakukan di waktu wudhu (pada setiap mengusap anggota wudhu – pent.) adalah tidak ada asalnya, dan tidak disebutkan oleh al-mutaqaddimun (para ulama terdahulu)”.
- Ibnu Taimiyah: “wudhu adalah ibadah sebagaimana shalat dan puasa. Maka tidak dapat diketahui kecuali dari Pembuat Syariat (Allah), dan setiap yang tidak diketahui kecuali dari Pembuat syariat maka ia adalah ibadah”. Beliau juga berkata: “Barangsiapa yang meyakini bahwa bid’ah merupakan bentuk qurbah (mendekatkan diri kepada Allah), ketaatan dan jalan menuju Allah, serta menjadikannya sebagai kesempurnaan agama, maka ia sesat.”
- Kata (اَلتَّوَّاب) merupakan salah satu dari nama Allah, dan manusia juga dapat menyandang kata tersebut, namun kesamaan dalam hal ini hanya dalam hal lafal saja. Allah disebut (اَلتَّوَّاب) bermakna Allah memberi petunjuk agar manusia bertaubat dan Allah menerima taubat. Adapun seseorang disifati (اَلتَّوَّاب) adalah orang yang banyak kembali kepada Allah. Maka kita harus memahami bahwa Allah tidak serupa dengan apa pun baik dari sisi dzat maupun sifat.
- Taubatnya seorang hamba adalah wajib, sebagaimana firman Allah dalam surah al-Tahrim ayat 8. Dan syarat taubat adalah sebagai berikut:
- Menyesali perbuatan dosanya.
- Berhenti atau melepaskan diri dari dosa.
- Bertekad untuk tidak mengulanginya di waktu yang akan datang.
- Ikhlash untuk Allah dalam taubat.
- Bertaubat sebelum ajal menjemput.
- Jika benar/sungguh-sungguh dalam bertaubat maka ia akan konsisten.
~ Abu Ahmad, Ayatullah ~
Koto Tangah – Kota Padang
08:34 | Sabtu, 17 Maret 2018
Tidak ada komentar