Header Ads

Waktu Yang Dianjurkan Membaca Basmalah


Makna Basmalah
Abu Ya’la Kurnaedi dalam bukunya ‘Tajwid Lengkap Asy-Syafi’i’ (h. 89) menjelaskan bahwa: Lafazh “basmalah” merupakan mashdar (asal kata) dari fi’il (kata kerja) [بَسْمَلَ - يُبَسْمِلُ] yakni: mengucapkan (بِسْمِ اللهِ) atau (بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَن الرَّحِيم).
Basmalah dalam ilmu lughah masuk dalam bahasan Naht. Naht adalah meringkas dua kata atau lebih menjadi satu kata, seperti:
  • Basmalah dari kalimat bismillah / bismillahirrahmanirrahim.
  • Hamdalah dari kalimat alhamdulillah / alhamdulillahi  Rabbil ‘Alamin.
  • Hauqalah dari kalimat Laa haula wa laa quwwata illaa billaah.
  • Hasbalah dari kalimat hasbiyallah
  • Sabhala dari kalimat Subhanallah
  • Ja’falah dari kalimat ja’alaniyallaahu fidaa’ak.
  • Sam’alah dari kalimat Assalaamu’alaikum, dst.

Makna basmalah:
بَدَأْتُ بِعَوْنِ اللهِ وَتَوْفِيقِهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Aku memulai perbuatan dengan meminta pertolongan dan taufik Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Waktu yang dianjurkan membaca basmalah
Ibnu Katsir mengatakan di dalam kitab tafsirnya (I/120-121): “Disunnahkan membaca basmalah, ketika:
1.      Akan memulai suatu pekerjaan atau ucapan.
2.      Awal khuthbah.
3.      Masuk ke tempat buang hajat, sebagaimana disebutkan dalam hadits.
4.      Permulaan wudhu`, sebagaimana hadits yang diriwayatkan dalam al-Musnad Ahmad dan kitab-kitab Sunan.
5.      Sebelum makan.
6.      Sebelum berhubungan suami istri.” [selesai kutipan dengan ringkasan]
7.      Sebelum membaca al-Qur’an. [tambahan dari penulis]

Adapun penjelasan mengenai poin-poin di atas sebagai berikut:
Poin ke-1 dan ke-2: akan memulai suatu pekerjaan atau ucapan dan di awal khuthbah
Dalam hal ini Ibnu Katsir berdalilkan dengan hadits:
كُلُّ أمْرٍ لاَ يُبْدَاُ فِيهِ بِبِسْمِ اللهِ الرَّحْمَن الرَّحِيم فَهُوَ أَجْذَمٌ
Setiap perkara yang tidak dimulai dengan membaca bismillah al-rahman al-rahim maka ia terputus” [namun hadits ini dinilai dha’if/lemah oleh Sami bin Muhammad al-Salamah – lihat Tafsir Ibnu Katsir yang ditahqiq oleh beliau.]
Poin ke-3: Masuk ke tempat buang hajat.
Dalil dianjurkannya membaca basmalah ketika akan masuk ke tempat buang hajat adalah
سَتْرُ مَا بَيْنَ أَعْيُنِ الْجِنِّ وَعَوْرَاتِ بَنِي آدَمَ إِذَا دَخَلَ أَحَدُهُمْ الْخَلَاءَ أَنْ يَقُولَ بِسْمِ اللَّهِ
Penghalang antara (pandangan) mata jin dan aurat anak adam jika salah seorang dari mereka masuk ke tempat buang hajat adalah dengan membaca bismillah” [Hadits diriwayatkan oleh al-Tirmidzi, no. 606, hal. 154, dan dinilai shahih oleh al-Albani]
Poin ke-4: Permulaan Wudhu`.
Dalil tentang hal ini adalah hadits:
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رضي الله عنه - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - - لَا وُضُوءَ لِمَنْ لَمْ يَذْكُرِ اِسْمَ اَللَّهِ عَلَيْهِ - أَخْرَجَهُ أَحْمَدُ, وَأَبُو دَاوُدَ, وَابْنُ مَاجَهْ,
“Dan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Tidak sah wudhu` bagi orang yang tidak menyebut nama Allah.” [ Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 101, h. 22), al-Tirmidzi (no. 25, h. 18) dan Ibnu Majah (no. 397, h. 139-140]
Sebagian ulama berpendapat wajib membaca basmalah di awal wudhu` dan sebagian yang lain berpendapat sunnah.
Bagi yang ingin mengetahui tentang kandungan hadits ini serta faidah-faidah yang terkandung di dalamnya, silahkan merujuk ke pembahasan Hadits Bulughul Maram no. 46 pada blog ini.
Poin ke-5: Sebelum Makan
Dalil tentang hal ini adalah hadits berikut:
أُتِيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِطَعَامٍ وَمَعَهُ رَبِيبُهُ عُمَرُ بْنُ أَبِي سَلَمَةَ فَقَالَ سَمِّ اللَّهَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diberikan makanan dan bersama beliau anak lelaki tirinya: ‘Umar bin Abi Salamah, lalu beliau bersabda: bacalah basmalah dan makanlah yang dekat denganmu.” [hadits diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 5378, h. 1371]
Poin ke-6: Sebelum berhubungan suami-istri
Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari:
لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا أَتَى أَهْلَهُ قَالَ بِاسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبْ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا فَقُضِيَ بَيْنَهُمَا وَلَدٌ لَمْ يَضُرُّهُ
Jika salah seorang dari kalian mendatangi istrinya maka ia membaca bismillah .............. kemudian keduanya diberikan anak, maka setan tidak dapat membahayakannya” [Hadits diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 141, h. 49]
Poin ke-7: Sebelum membaca al-Qur’an
Abu Ya’la menjelaskan:
Hukum membaca basmalah terbagi menjadi dua keadaan, yakni pada awal surah dan pada pertengahan surah.
Para qari (qurra’ sab’ah) sepakat untuk membaca basmalah pada awal setiap surah kecuali surah Bara’ah (al-Taubah). Hal ini didasarkan pada dalil-dalil berikut:
Pertama; Rasulullah tidak mengetahui akhir sebuah surah hingga diturunkan (بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَن الرَّحِيم). [HR. Al-Hakim dalam mustadrak-nya I/231]
Kedua; Ibnu ‘Abbas pernah bertanya kepada ‘Ali bin Abu Thalib: “Mengapa basmalah tidak ditulis di awal surah Bara’ah?”
Ali menjawab: “Karena dalam basmalah terkandung makna keamanan, sedangkan dalam surah Bara’ah tidak terkandung makna keamanan. Maka tidak ada kesesuaian antara keamanan dan pedang (perang).”
Adapun hukum membaca basmalah di pertengahan surah, seorang qari boleh memilih antara membacanya atau tidak membacanya.
Tetapi terdapat beberapa ayat pada pertengahansurah yang ditekankan untuk membaca basmalah. Seperti memulai ayat yang dimulai dengan dhamir (kata ganti) yang kembali kepada Allah. Seperti pada surah Fushshilat ayat 47.
Terdapat pula beberapa ayat yang ditekankan untuk tidak membaca basmalah. Seperti pada surah al-Baqarah ayat 268. Maka hendaknya pembaca al-Qur’an memperhatikan masalah ini dengan tidak membaca basmalah pada ayat tersebut dan ayat lain yang semisalnya, karena basmalah merupakan rahmat dari Allah, sedangkan keadaannya di sini tidak sesuai dengan hal itu. [Tajwid Lengkap Asy-Sayafi’i, h. 90-91]
ada juga beberapa do'a yang dimulai dengan basmalah, seperti: do'a masuk rumah, dll. namun tidak kami bahas pada artikel kali ini.

~Abu Ahmad, Ayatullah~

Sumber :
Abu Abdillah Muhammad bin Isma’il al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Beirut: Dar Ibnu Katsir, 2002.
Abu Abdillah Muhammad bin Yazid al-Qazwini, Sunan Ibnu Majah, ta’liq: Muhammad Fuad Abdul Baqi, penerbit: Dar Ihya al-Kutub al-‘Arabiyyah.
Abu al-Fida` Isma’il bin ‘Umar bin Katsir al-Qurasyi al-Dimasyqi, Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, tahqiq: Sami bin Muhammad al-Salamah. Penerbit: Dar Thayyibah.
Abu Dawud Sulaiman bin al-Asy`ats al-Sijistani, Sunan Abi Dawud, ta’liq: al-Albani, Riyadh: Maktabah al-Ma’arif.
Abu Ya’la Kurnaedi, Tajwid Lengkap Asy-Syafi’i, Jakarta: Pustaka Imam asy-Syafi’i, 2013.

Muhammad bin ‘Isa bin Surah al-Tirmidzi, Sunan al-Tirmidzi, ada penilaian hadits dari al-Albani, Riyadh: Maktabah al-Ma’arif.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.