Header Ads

037. Disyariatkannya Menyela-nyela Jenggot Ketika Berwudhu` - Kitab Bulughul Maram

وَعَنْ عُثْمَانَ - رضي الله عنه - - أَنَّ اَلنَّبِيَّ - صلى الله عليه وسلم - كَانَ يُخَلِّلُ لِحْيَتَهُ فِي اَلْوُضُوءِ - أَخْرَجَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ خُزَيْمَة َ.
“dari ‘Utsman radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (biasanya) menyela-nyelai jenggotnya dalam berwudhu`.” [hadits diriwayatkan oleh al-Tirmidzi dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah]
Penjelasan :
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman al-Bassam dalam kitab Taudhiih al-Ahkaam min Buluugh al-Maraam (I/220-221):
Derajat hadits:
Derajat hadits ini dha’if (lemah). Hadits ini memiliki banyak syahid dari para shahabat, namun setiap jalurnya tidak lepas dari kritikan (ada kelemahan), namun satu sama lain dapat saling menguatkan.
Al-Hafizh dalam al-Talkhish: hadits ini diriwayatkan oleh al-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah, al-Hakim, al-Daruquthni, dan Ibnu Hibban dari ‘Utsman, dan disebutkan oleh al-Hakim bahwa syahid-nya: Anas bin Malik, ‘Aisyah, ‘Ali dan ‘Ammar.
Aku katakan: hadits ini juga dari Ummi Salamah, Abi Ayyub, , Abi Umamah dan selain mereka, dan disebutkan oleh al-Hafizh dalam al-Talkhish beserta jalur-jalur (sanad)nya.
Al-Kattani dan al-Suyuthi memasukkan hadits ini termasuk hadits-hadits yang mutawatir, hadits ini diriwayatkan oleh 18 shahabat. Sebagian ahli hadits menilai dha’if hadits tentang menyela-nyela (jenggot), dan mereka memperbincangkan jalur-jalur sanadnya. Seperti al-‘Uqaili, Ibnu Hazm dan al-Zaila’i.
Imam Ahmad dan Abu Hatim mengatakan: hadits yang berkenaan tentang menyela-nyelai jenggot tidak ada yang shahih.
(لِحْيَتَهُ) ‘jenggotnya’, jenggot adalah rambut yang tumbuh di dua sisi (kanan-kiri wajah) dan di dagu/janggut.
Faidah hadits :
1.      Disyariatkannya menyela-nyelai jenggot dalam berwudhu`, yaitu menyela-nyelai dan mengalirkan/ menyampaikan air di antaranya untuk memasukkan air wudhu` di sela-sela jenggot dan sampai pada kulit luarnya.
2.      Rambut yang di wajah ada dua:
Pertama: jenggotnya tipis, terlihat kulit luar dari belakangnya. Maka ini wajib dibasuh/cuci dan dibasuh dibawah kulit luarnya.
Kedua: lebat, tidak terlihat kulit luarnya dari belakangnya, maka ini wajib dibasuh bagian luar jenggotnya dan disunnahkan menyela-nyelai bagian dalamnya. Adapun dalam mandi (wajib): maka wajib mencuci jenggotnya, sampai air ke kulit luarnya dan pangkal rambut (jenggot)nya.
3.      Perincian dan penjelasan ini datang dari tatabbu’ (pencarian yang sempurna) dan istiqra` (pencarian dengan banyak membaca), rambut yang kelihatan/tumbuh dari wajah maka wajib dibasuh, dan sebagiannya adalah yang tipis, dan ada pula yang tertutupi karena lebatnya rambut, seperti jenggotnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam maka disyariatkan untuk disela-selai.

Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin dalam kitab Fath dzi al-Jalal wa al-Ikram bi Syarh Bulugh al-Maram (I/186-187) menjelaskan:
Beliau menambahkan bahwa termasuk jenggot adalah rambut yang tumbuh pada kedua pipi.
Faidah hadits :
1.      Disunnahkan menyela-nyelai jenggot (ketika berwudhu`), tidak wajib. Karena hal ini semata perbuatan Nabi (tidak ada perintah beliau), maka tidak menunjukkan kewajiban.
2.      Rambut yang tumbuh pada wajah terbagi menjadi dua yaitu tipis dan lebat. Adapun cara mensucikannya terbagi menjadi tiga yaitu :
a.       Tayammum: yang wajib adalah mengusap rambut bagian luar, baik untuk mensucikan janabah maupun hadats kecil.
b.      Mandi: wajib menyampaikan air/membasahi seluruh rambut baik di bagian luar maupun bagian dalamnya.
c.       Wudhu`: jika rambutnya tipis maka wajib membasahi seluruhnya, jika lebat tidak wajib untuk membasahi bagian dalamnya, namun cukup bagian luarnya.

Imam Muhammad bin ‘Isma’il al-Shan’ani dalam kitab Subul al-Salam (I/133-134) :
‘Utsman yang meriwayatkan hadits ini adalah Abu Abdillah ‘Utsman bin ‘Affan al-Umawi al-Qurasyi, salah satu khulafa’ al-Rasyidin. Beliau merupakan salah satu dari 10 shahabat yang dijamin masuk surga, dan ia masuk Islam pada awal-awal dakwah Nabi. 
Termasuk shahabat yang hijrah ke Habasyah dan dua kali hijrah. Beliau menikahi dua putri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu yang pertama adalah Ruqayyah, setelah ia wafat lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahkannya dengan Ummu Kultsum. 
Beliau menjadi khalifah pada malam pertama di bulan Muharram pada tahun 24 hijriah. Beliau dibunuh pada malam Jum’at, 12 Dzulhijjah 35 hijriah. Beliau dikuburkan pada malam Sabtu di Baqi’, ketika wafat usianya adalah 82 tahun.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.