024. Hukum Seputar Unta – Kitab Bulughul Maram
وَعَنْ
عَمْرِو بْنِ خَارِجَةَ - رضي الله عنه - قَالَ: - خَطَبَنَا رَسُولُ اَللَّهِ
- صلى الله عليه وسلم - بِمِنًى, وَهُوَ عَلَى رَاحِلَتِهِ, وَلُعَابُهَا يَسِيلُ
عَلَى كَتِفَيَّ. - أَخْرَجَهُ أَحْمَدُ, وَاَلتِّرْمِذِيُّ وَصَحَّحَه ُ.
“Dari ‘Amr bin Kharijah radhiyallaahu ‘anhu, ia berkata:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhuthbah di Mina, dan beliau
di atas tunggangannya, dan air liurnya mengalir di atas kedua pundakku.”
[dikeluarkan oleh Ahmad dan al-Tirmidzi, dan al-Tirmidzi menilai shahih]
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman al-Bassam dalam kitab Taudhiih
al-Ahkaam min Buluugh al-Maraam (I/177-178):
Hadits ini shahih. (مِنًى) salah satu tempat
syi’ar yang suci, padanya dilaksanakan lempar jumrah yang tiga kali dan
bermalam (mabith). (رَاحِلَتِهِ) yaitu ontanya, karena onta adalah hewan yang kuat untuk safar
dan tunggangan.
Faidah hadits:
- Pertama; sucinya air liur unta., tidak najis. Ini merupakan kesepakatan kaum muslimin. Hal ini karena Nabi melihat air liur untanya mengalir ke pundaknya ‘Amr bin Kharijah dan beliau tidak menyuruhnya untuk mencucinya. Mendiamkannya Nabi terhadap sesuatu merupakan sunnahnya/kebiasaannya. Boleh jadi Nabi tidak mengetahuinya, namun Allah mengetahuinya. Seandainya air liur tersebut adalah najis, maka tidak akan didiamkan.
- Kedua; semisal dengan air liur –menurut pendapat yang benar- adalah air kencing dan kotorannya, munurut hadits al-‘Uraniyyin dan selainnya.
- Ketiga; semisal dengan unta adaalah seluruh bahiimah al-an’am (hewan peliharaan berkaki empat. Misal: sapi dan kambing) dan selainnya yang merupakan binatang yang suci ketika hidupnya. Karena ada nash-nash yang khusus. Dan juga dikarenakan adanya ‘illah (sebab hukum) yang sama yang mencakup semuanya.
- Keempat; seorang khatib dan penceramah boleh berada di atas tunggangan.
- Kelima; seorang khatib dan penceramah disunnahkan berada di tempat yang tinggi. Karena lebih sampainya pemberitahuan dan pemahaman, serta tercapainya tujuan.
- Keenam; disunnahkan adanya khuthbah kedua pada hari tasyrik di Mina dari wali amir muslimin atau yang mewakilinya.
- Ketujuh; bolehnya seorang khathib meminta orang untuk membantunya memenuhi kepentingannya dan berada di bawah dalam menyampaikan khuthbah. Hal ini tidak dinilai takabbur dan riya’ selama hatinya tenang.
Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin dalam kitab Fath dzi
al-Jalal wa al-Ikram bi Syarh Bulugh al-Maram (I/148-149 dengan
ringkasan) menjelaskan:
Dinamakan Mina karena (لكثرة ما يمنى فيها من الدماء) ‘karena banyaknya darah
yang dialirkan di dalamnya’.
Unta yang ditunggangi Nabi di Mina
diberi julukan al-Qashwa’ dan unta yang ditunggangi ketika umrah
Hudaibiyah diberi julukan al-‘Udhba`.
Faidah hadits:
- Pertama; amir hajji atau yang bertanggung jawab terhadap haji harus memberikan khuthbah di Mina memberikan arahan yang berkaitan dengan manasik.
- Kedua; bolehnya khuthbah di atas hewan tunggangan, dan ini bukan dianggap menyiksanya karena fungsi hewan tunggangan adalah untuk ditunggangi.
- Ketiga; tawadhu’nya Nabi, ketika tidak ada mimbar maka beliau khuthbah di atas hewan tunggangannya.
- Keempat; air liur unta adalah suci.
- Keempat; setiap yang dilakukan di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak ada pengingkaran dari Allah maka ini merupakan hujjah. Karena sebagaimana kita ketahui bahwa Allah tidak akan membiarkan hambanya di atas kesesatan dan kesalahan.
- Kelima; semua yang keluar dari hewan yang halal adalah suci, selain darah yang mengalir. Darah yang mengalir adalah rijs (kotor dan najis) menurut ayat al-Qur’an. Adapun kotoran, air kencing, nafas/bau dan ingusnya adalah suci.
~ Abu Ahmad, Ayatullah ~
Rambatan – Kab. Tanah Datar
08:50
| 10 Desember 2017
Tidak ada komentar