034. Ber-istintsar Setelah Bangun Tidur – Kitab Bulughul Maram
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ -
رضي الله عنه - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - - إِذَا
اِسْتَيْقَظَ أَحَدُكُمْ مِنْ مَنَامِهِ فَلْيَسْتَنْثِرْ ثَلَاثًا, فَإِنَّ
اَلشَّيْطَانَ يَبِيتُ عَلَى خَيْشُومِهِ - مُتَّفَقٌ عَلَيْه
“Dan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Jika salah seorang
dari kalian bangun tidur, maka hendaklah ia ber-istintsar (membuang
air dari hidung) tiga kali, karena sesungguhnya
setan bermalam pada rongga hidungnya.” [Muttafaq ‘alaih]
Penjelasan :
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman al-Bassam dalam kitab Taudhiih
al-Ahkaam min Buluugh al-Maraam (I/211-213):
(اِسْتَيْقَظَ) adalah bangun dari
tidurnya tanpa dibangunkan. (مَنَامِهِ) artinya ‘tidurnya’.
Kata ini merupakan isim zaman yang dinyatakan sebagai fi’l (kata
kerja).
(اَلشَّيْطَان) menurut ulama bahasa,
ada dua pendapat tentang hal ini:
a.
Bahwa
ia berasal dari kata (شطَن) maknanya adalah ‘dijauhkan dari kebenaran’. Huruf Nun-nya
adalah asli.
b.
Bahwa
huruf Ya adalah asli, dan huruf Nun adalah tambahan, ini merupakan
kebalikan dari pendapat pertama, sehingga asal katanya adalah (شاط - يشيط) maknanya adalah (هلك) ‘celaka/jahat’.
(يَبِيتُ) ‘bermalam’ adalah
mendapati malam sampai habis waktunya, baik tidur maupun tidak.
(خَيْشُومِهِ) ‘rongga hidungnya’
yaitu hidung bagian atas dari sisi dalamnya.
Faidah hadits:
1.
Sebagian
riwayat membatasi istintsar hanya ketika wudhu, yaitu tertulis bersama
wudhu`. Namun sebagian riwayat yang lain secara umum tanpa dibatasi (oleh
wudhu`). Istintsar dilakukan tiga kali jika bangun dari tidur malam dan
tidak ketika wudhu`, hal ini mirip dengan muncuci tangan setelah bangun tidur
malam.
2.
Hadits
ini menunjukkan disyariatkannya istintsar. Karena dalam hadits
ditunjukkan dalam shighah petunjuk, dan istintsar mengharuskan
adanya istinsyaq.
3.
Istintsar pada hadits ini dibatasi/dikaitkan dengan tidur malam sebagaimana
dipahami dari lafal (يَبِيتُ).
4.
Alasan/sebab
istintsar adalah karena setan bermalam di rongga hidungnya. Hal ini
dipahami secara hakikat, sebagaimana perkataan al-Qadhi ‘Iyadh.
5.
Melindungi/menjaga
diri dari setan; karena ia ingin masuk ke dalam tubuh manusia dengan segala
cara.
6.
Seorang
mukmin wajib meyakini berita-berita semacam ini jika shahih (benar
beritanya) dan berserah diri kepada Allah, meskipun ia tidak mengetahui
caranya.
7.
Sebagian
ulama berdalilkan hadits ini berpandangan bahwa najis dicuci sebanyak tiga
kali. Ini adalah salah satu dari tiga riwayat dari Imam Ahmad. Namun hal ini
kurang tepat karena istintsar dan mencuci tangan tiga kali hanya
berkaitan dengan bangun tidur malam, adapun bangun tidur siang maka tidak harus
melakukannya, begitu pula banyak dalil shahih yang menunjukkan bahwa mencuci
najis cukup satu kali dengan syarat dzat najisnya sudah hilang.
~ Abu Ahmad, Ayatullah ~
06:34 | Ahad, 31 Desember 2017
Koto Tangah - Kota Padang
Tidak ada komentar