Header Ads

Pendahuluan Bab Tentang Wudhu’


Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Fauzan dalam kitabnya Tas-hiil al-Ilmaam bi fiqh al-Ahadits min Bulugh al-Maram (I/105-107):
(الوُضُوء) ‘dengan mendhammahkan waw’ merupakan mashdar dari (توضَّاء وُضوءاً) atau ism mashdar. Adapun (الوَضُوء) ‘dengan menfathahkan waw’ maksudnya adalah air yang digunakan untuk berwudhu.
Wudhu menurut syariat adalah:
استعمال الماء بنية مخصوصة على صفة مخصوصة فى أعضاء مخصوصة
Penggunaan air dengan niat khusus pada sifat khusus di anggota badan khusus
Maksud dari “penggunaan air” mengeluarkan/tidak termasuk (dari definisi ini) seluruh benda cair selain air. “dengan niat” mengeluarkan/tidak termasuk (dari definisi ini) adalah penggunaan air tanpa diniatkan (untuk wudhu), misalnya untuk mendinginkan anggota badan atau membersihkannya. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “seluruh perbuatan tergantung pada niatnya” [hadits diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim]. “pada sifat khusus” sebagaimana yang dijelaskan oleh ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. “di anggota badan khusus” yaitu anggota-anggota badan yang disebutkan oleh Allah: wajah, kedua tangan, kepala dan kedua kaki.
Wudhu merupakan salah satu syarat sahnya shalat. Tidak sah shalat kecuali dengan wudhu dengan adanya kemampuan dan tidak ada penghalang. Allah berfirman dalam surah al-Maidah ayat 6:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا قُمۡتُمۡ إِلَى ٱلصَّلَوٰةِ فَٱغۡسِلُواْ وُجُوهَكُمۡ وَأَيۡدِيَكُمۡ إِلَى ٱلۡمَرَافِقِ وَٱمۡسَحُواْ بِرُءُوسِكُمۡ وَأَرۡجُلَكُمۡ إِلَى ٱلۡكَعۡبَيۡنِۚ  
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَا يَقْبَلُ اللَّهُ صَلَاةَ أَحَدِكُمْ إِذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ
“Allah tidak menerima shalat salah seorang dari kalian jika ber­hadats sampai ia berwudhu” [hadits dikeluarkan oleh al-Bukhari dan Muslim]
هَذَا وُضُوءُ مَنْ لَا يَقْبَلُ اللَّهُ مِنْهُ صَلَاةً إِلَّا بِهِ
“ini adalah wudhu, tidaklah Allah menerima shalat seseorang kecuali dengannya” [hadits dikeluarkan oleh Ibnu Majah]
Seandainya seseorang shalat tanpa berwudhu (dahulu) maka tidak sah shalatnya jika ia sanggup untuk berwudhu. Oleh karena itu ahli ilmu sangat perhatian dan membuat bab khusus di dalam kitab-kitab hadits dan di dalam kitab-kitab fiqh. Dan mereka menjelaskan rinciannya, hukum-hukumnya dan sifatnya, karena sangat penting.
Dinamakan (الوُضُوء) karena berasal dari (الوَضاءة) artinya adalah al-husn (bagus/baik). Karena dalam wudhu seorang muslim memiliki keelokan, kebaikan dan kebersihan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ أُمَّتِي يُدْعَوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ غُرًّا مُحَجَّلِينَ مِنْ آثَارِ الْوُضُوءِ
“Sesungguhnya umatku pada hari kiamat dipanggil dalam keadaan wajah dan anggota wudhunya bersinar putih karena bekas wudhu” [hadits riwayat al-Bukhari dan Muslim]
Begitu pula, dalam beberapa hadits dijelaskan bahwa wudhu juga menghapuskan kesalahan (dosa). Setiap seorang muslim membasuh anggota wudhunya maka keluar kesalahan-kesalahan (dosa-dosa) dari anggota wudhunya bersama air atau akhir tetesan air wudhu.

Syaikh Abdullah bin Abdurrahman al-Bassam dalam kitab Taudhiih al-Ahkaam min Buluugh al-Maraam (I/192-193):
(الوضُوء) jika huruf waw (pertama) didhammahkan maka merupakan mashdar yaitu kata kerja, berasal dari kata (الوَضاءة) yang berarti (النظافة والحسن) ‘bersih dan elok’. Adapun jika huruf waw (pertama) difathahkan maka berarti air yang digunakan untuk berwudhu.
Hikmahnya wudhu:
Secara fisik dan ruhnya shalat, seorang hamba membayangkan bahwa dirinya berada di depan Allah. Agar ia dapat mempersiapkan akal (pikirannya) untuk hal itu dan membersihkan dari segala kesibukan dunia, maka difardhukan wudhu sebelum mendirikan shalat. Agar wudhu dapat menciptakan ketenangan untuk membangkitkan akal (pikirannya) dari tenggelam pada aktivitas-aktivitas kehidupan menuju pelaksanaan shalat.
Sesungguhnya pemikiran yang telah tenggelam dalam perdagangannya atau pekerjaannya atau yang lainnya, seandainya dikatakan kepadanya: “kerjakanlah ibadah” maka ia akan mendapatkan kesulitan untuk melaksanakannya, maka disinilah hikmah dari wudhu. Wudhu dapat membantu untuk meninggalkan pemikiran yang pertama, dan memberikannya cukup waktu untuk memulai pemikiran jenis yang lain.
Melakukan ‘bersuci yang kecil’ dengan membasuh bagian ujung-ujung (badan) yang secara kebiasaan tersingkap dan keluar dari pakaian, maka dengan segera untuk dibersihkan dari kotoran-kotoran.
Begitu pula, membasuh anggota-anggota wudhu yang empat dapat membangkitkan diri dari tidur (ngantuk) dan malas.
Ibnu Taimiyah mengatakan: telah datang sunnah (yang menerangkan) untuk menjauhi khaba`its (keburukan-keburukan / kotoran-kotoran) jasmani dan bersuci darinya. Begitu pula datang sunnah (yang menerangkan) untuk menjauhi khaba`its (keburukan-keburukan / kotoran-kotoran) ruhani dan bersuci darinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Apabila salah seorang dari kalian bangun tidur maka hendaklah ia beristintsar (mengeluarkan air dari hidung) tiga kali, karena setan telah bermalam di rongga hidungnya”. Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jika salah seorang dari kalian bangun dari tidur malam, maka janganlah ia memasukkan tangannya (ke wadah) sampai ia mencucinya tiga kali; karena kalian tidak mengetahui dimana tangan kalian bermalam” maka perintah untuk istinsyaq (memasukkan air ke hidung – ini merupakan pasangan dari istintsar) disebabkan setan bermalam di rongga hidungnya. Oleh karena itu, dapat diketahui bahwa itu merupakan sebab bersuci dari selain najis secara zhahir (tampak).
Wudhu merupakan syarat shalat yang terpenting.
Para ulama berbeda pendapat tentang: apakah wudhu difardhukan di Mekah atau di Madinah? Para ulama muhaqqiq: ia difardhukan di Madinah, karena tidak adanya nash yang menyelisihinya.
Ibnu Taimiyah mengatakan: wudhu merupakan kekhususan umat ini (umat Nabi Muhammad), sebagaimana yang telah datang dari hadits-hadits yang shahih:
إِنَّ أُمَّتِي يُدْعَوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ غُرًّا مُحَجَّلِينَ مِنْ آثَارِ الْوُضُوءِ
“Sesungguhnya umatku pada hari kiamat dipanggil dalam keadaan wajah dan anggota wudhunya bersinar putih karena bekas wudhu” [hadits riwayat al-Bukhari dan Muslim]
Dan bahwasannya Nabi mengetahui umatnya dari tanda ini, sehingga tidak ada umat lain yang menyamainya. Adapun hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah bahwa: “Malaikat Jibril mengajari Nabi berwudhu” dan dalam riwayat Ahmad ada tambahan: “ini merupakan wudhuku dan wudhunya para nabi sebelumku” ini merupakan hadits yang lemah dan tidak dapat dijadikan hujjah.

Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin dalam kitab Fath dzi al-Jalal wa al-Ikram bi Syarh Bulugh al-Maram (I/167) menjelaskan:
Wudhu memiliki banyak faidah, diantaranya:
a.       Pada saat hari dingin, maka Allah akan menghapuskan kesalahan-kesalahan dan mengangkat derajat.
b.      Setiap seseorang bersuci dengan membasuh anggota-anggota wudhu maka anggota-anggota wudhu tersebut akan suci dari najis maknawi yaitu dosa, pada akhir dari tetesan air wudhunya.
c.       Mengikuti sunnah Rasulullah.
d.      Melaksanakan perintah Allah.
e.       Merupakan kekhususan ummat ini dari bekas (basuhan) wudhu.
Catatan penting:
Wudhu memiliki banyak faidah, oleh karena itu menurut pendapat yang rajih, ia merupakan ibadah yang wajib disertai dengan niat. Hal ini berbeda dengan sebagian ulama yang berpendapat bahwa ia merupakan ibadah yang tidak wajib disertai niat, sebagaimana menghilangkan najis. Sebagaimana diketahui bahwa menghilangkan najis tidak harus disertai niat. Seandainya ada seseorang yang pakaiannya terkena najis, kemudian turun hujan dan hujan tersebut membersihkan najis yang ada di pakaiannya maka pakaiannya menjadi suci meskipun tanpa dibarengi niat. Namun wudhu tidak sah kecuali dengan niat, karena ia merupakan ibadah.

~ Abu Ahmad, Ayatullah ~
Koto Tangah – Kota Padang
15:05 | Ahad, 17 Desember 2017

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.