Header Ads

0021. Hukum Menyulam Wadah Pecah dengan Kawat Perak – Kitab Bulughul Maram


وَعَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ - رضي الله عنه - - أَنَّ قَدَحَ النَّبِيِّ - صلى الله عليه وسلم - اِنْكَسَرَ، فَاتَّخَذَ مَكَانَ الشَّعْبِ سِلْسِلَةً مِنْ فِضَّةٍ. - أَخْرَجَهُ الْبُخَارِيُّ.
“Dan dari Anas bin Malik –radhiyallahu ‘anhu-, bahwa wadah (tempat air) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pecah/retak, maka beliau merekatkan/menambalnya dengan kawat perak” [hadits diriwayatkan oleh al-Bukhari]

Penjelasan:
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman al-Bassam dalam kitab Taudhiih al-Ahkaam min Buluugh al-Maraam (I/166-167):
(قَدَحَ) wadah berisi air untuk minum. (الشَّعْبِ) pecah. (سِلْسِلَةً) tali atau kawat, untuk menyambung 2 benda. Faidah hadits:
a)      Hukum asal memakai emas dan perak adalah haram, adapun kebolehan dalam hadits ini adalah pengecualian (muqayyad) dari hadits yang sebelumnya.
b)      Bolehnya memperbaiki wadah yang pecah menggunakan kawat atau tali yang tipis atau kecil dari perak ketika dibutuhkan.
c)      Butuh di sini bukan berarti tidak ada kawat yang dari besi atau kuningan dan selainnya, namun dibutuhkan untuk memperbaiki dan bukan tujuannya untuk menghiasi.
Faidah lain dari hadits ini:
Mubah (boleh) bagi seorang wanita untuk berhias dengan perak atau emas meskipun banyak, sebagaimana keadaan adat/kebiasaan yang terdapat pada daerah tersebut.
Lelaki boleh menggunakan cincin dari perak, adapun dari emas maka dilarang. Boleh juga menghiasi senjata atau alat-alat perang sebagaimana adat/kebiasaan. Boleh juga menggunakannya jika dibutuhkan, misalnya memasang kawat gigi.
Oleh karena itu, selain yang dibolehkan oleh nash-nash syar’i, maka hukumnya haram. Maka tidak boleh bagi lelaki baik kecil maupun besar untuk memakai emas dan perak. Tidak boleh membuat menggunakannya untuk kawat, sarung, dasi, pena atau kunci, atau segala jenis pakaian, atau menggunakannya untuk makan dan minum, atau membuat wadah yang terbuat dari selain emas dan perak.

Syaikh Muhammad bin Isma`il al-Shan’ani manyebutkan dalam Kitab Subul al-Salam (hal. 77) bahwa :
Hadits ini menunjukkan bolehnya menambal bejana/wadah dengan perak. Tidak ada ulama yang menyelisihi tentang kebolehannya.

Kesimpulan: Tidak mengapa wudhu dari air yang berada di wadah yang ditambal dengan kawat perak.

~ Abu Ahmad, Ayatullah ~
Lubuk Buaya, Kota Padang

22:40 | Kamis, 23 November 2017

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.