Hukum Seputar Lalat – Hadits kedua belas – Kitab Bulughul Maram
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ -
رضي الله عنه - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - - إِذَا
وَقَعَ اَلذُّبَابُ فِي شَرَابِ أَحَدِكُمْ فَلْيَغْمِسْهُ, ثُمَّ لِيَنْزِعْهُ,
فَإِنَّ فِي أَحَدِ جَنَاحَيْهِ دَاءً, وَفِي اَلْآخَرِ شِفَاءً - أَخْرَجَهُ
اَلْبُخَارِيُّ.
وَأَبُو دَاوُدَ, وَزَادَ: - وَإِنَّهُ يَتَّقِي بِجَنَاحِهِ اَلَّذِي فِيهِ
اَلدَّاءُ -.
Arti:
“Dari Abu Hurairah – radhiyallaahu ‘anhu –, ia berkata:
Rasulullah – shallallaahu ‘alaihi wa sallam – bersabda: apabila ada
lalat jatuh ke dalam minuman salah seorang di antara kalian, maka hendaknya ia
benamkan (ke dalam minuman) kemudian diangkat/dikeluarkan. Karena pada salah
satu sayapnya terdapat penyakit dan pada sayap yang lain terdapat obatnya”
[hadits riwayat al-Bukhari] [pada riwayat Abu Dawud terdapat tambahan: “dan
hendaknya ia waspada terhadap sayap yang terdapat penyakit”.
Penjelasan:
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman al-Bassam dalam kitab Taudhiih
al-Ahkaam min Buluugh al-Maraam (I/147-148):
Hadits ini shahih, tambahan
dari Abu Dawud dengan sanad hasan. (شَرَاب) semua jenis benda cair yang diminum. (فَلْيَغْمِسْهُ) yaitu menenggelamkan
seluruhnya ke dalam air. (لِيَنْزِعْهُ)
yaitu mencabut dan mengeluarkannya dari tempat air minum. (دَاءً) maksudnya adanya penyebab penyakit.
Faidah hadits:
a)
Sucinya
lalat baik dalam keadaan hidup maupun mati, sehingga jika ia menyentuh benda
yang mengalir atau diam/benda padat maka tidak najis.
b)
Disunnahkan
untuk mencelupkan seluruhnya jika ia hinggap di benda cair (mengalir), lalu
membuangnya. Adapun jika ia hinggap di benda yang tidak cair (mengalir) maka ia
harus dikeluarkan dan dibuang sekitar tempat hinggap/tenggelamnya.
c)
Di
salah satu sayap lalat ada yang dapat menyebabkan penyakit dan di sayap yang
lainnya adalah penawarnya. Maka kita harus menenggelamkannya agar tidak ada
penyakit dari yang dihinggapinya. Tidak boleh untuk membuang airnya karena hal
itu merupakan tindakan menyia-nyiakan/membuang-buang harta (hal yang
berharga/penting).
d)
Dalam
hadits ini terkandung mukjizat ilmiyah yang telah terbukti dalam perkembangan
keilmuan modern.
e)
Ulama
mengqiyaskan lalat dengan semua serangga yang tidak mengalir darahnya.
Hal ini karena sebab najisnya binatang yang memiliki darah yang mengalir adalah
karena darah tersebut akan menyebar setelah matinya, adapun serangga yang tidak
memiliki darah yang mengalir, tidak ada sebab ini. Contohnya: lebah, nyamuk,
tawon, dll.
Syaikh Abdul Qadir Syaibah al-Hamd dalam kitab Fiqh al-Islam
Syarh Bulugh al-Maram min Adillah al-Ahkam (I/20):
a.
Wajib
menenggelamkan lalat di wadah air jika ia terjatuh ke dalamnya, kemudian
mengeluarkannya.
b.
Air yang
sedikit tidak menjadi najis jika di dalamnya ada binatang yang tidak memiliki
darah yang mengalir mati.
c.
Sebaiknya
membunuh lalat karena khawatir terhadap kemudharatan yang dibawanya.
d.
Haram
memakan lalat.
DR. Muhammad Luqman al-Salafi mengatakan bahwa penyakitnya terdapat
di sayap sebelah kiri dan penawarnya terdapat di sayap sebelah kanan. [Tuhfah
al-Kiram Syarh Bulugh al-Maram, I/19]
Syaikh Shalih bin Fauzan bin
Abdullah Fauzan dalam kitabnya Tas-hiil al-Ilmaam bi fiqh al-Ahadits min
Bulugh al-Maram (I/61-63) menjelaskan:
Ini merupakan petunjuk Nabi – shallallaahu
‘alaihi wa sallam – dalam hadits ini. Hadits ini merupakan hadits shahih
yang tidak diragukan keshahihannya, dan imam al-Bukhari telah meriwayatkannya
dalam Kitab Shahih-nya. Namun ada sebagian penulis yang bodoh, mereka merupakan
produk “barat” dan produk orientalis yang mengingkari hadits ini dan
mengkritiknya dan mereka juga mencela Abu Hurairah yang merupakan orang yang
meriwayatkan hadits ini. Hal ini disebabkan karena kebodohan mereka dari satu
sisi dan juga disebabkan karena mereka terpengaruh oleh musuh-musuh Islam yang
senantiasa berusaha keras untuk mencela hadits-hadits Rasulullah – shallallaahu
‘alaihi wa sallam –, bahkan mereka mencela Rasulullah – shallallaahu
‘alaihi wa sallam –, al-Qur’an dan Islam. Hal ini semua menandakan kelemahan
iman. Diantara orang yang terpengaruh tersebut adalah penulis dari Mesir yang
bernama Abu Rayah, ia merupakan salah seorang ulama Mesir. Ia menulis kitab
yang mencela Abu Hurairah dan riwayat-riwayatnya yang berjudul Adhwa’ ‘ala
al-Sunnah al-Muhammadiyyah. Namun telah banyak ulama yang membantahnya,
diantaranya muhaddits Muhammad Abdurrazaq Hamzah dalam kitab Adhwa’
al-Sunnah al-Muhammadiyyah ‘ala Zhulumat Abi Rayah, begitu pula Syaikh
Abdurrahman al-Mu’allimi al-Yamani dalam kitab al-Anwar al-Kasyifah. Abu
Rayah juga dibantah oleh Muhammad Abu Syuhbah.
Beberapa faidah hadits:
a)
Disyariatkannya
membenamkan lalat jika jatuh ke dalam minuman untuk menghilangkan hal yang
dapat membahayakan serta tidak boleh membuangnya. Jika seseorang tidak mau
meminumnya maka tidak perlu ia minum, namun ia tinggalkan untuk yang lain untuk
meminumnya atau memanfaatkanya.
b)
Hadits
ini menunjukkan mengambil sebab preventif/pencegahan, oleh karena itu Nabi
memerintahkan untuk menjauhi racun yang ada pada lalat dengan melakukan hal
sebaliknya. Seseorang juga harus berobat jika terkena penyakit.
c)
Bolehnya
membunuh lalat. Hadits ini juga menunjukkan bolehnya membunuh binatang yang
membawa penyakit, baik berupa serangga atau hewan yang membahayakan yang
lainnya. Oleh karena itu Nabi memerintahkan untuk membunuh ular, kalajengking, burung
elang, burung gagak, anjing liar/buas dan tikus.
d)
Lalat
jika mati di dalam air, maka airnya tidak berubah menjadi najis.
e)
Hadits
ini mengandung mukjizat kenabian. Sebagian pensyarah hadits mengatakan bahwa
hal ini telah terbukti berdasarkan riset para dokter. Wallahu a’lam terhadap
kebenaran beritanya. Kita tidak membenarkannya berdasarkan kabar para dokter,
namun kita beriman terhadap sabda Nabi.
~ Abu Ahmad, Ayatullah ~
Lubuk Buaya, Kota Padang
13:00 | Ahad, 5 November 2017
Tidak ada komentar