0016, 0017 & 0018. Hukum Kulit Binatang yang Disamak – Kitab Bulughul Maram
وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ
رَضِيَ الْلَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ الْلَّهِ - صلى الله عليه وسلم -
- إِذَا دُبِغَ الْإِهَابُ فَقَدْ طَهُرَ - أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ. وَعِنْدَ الْأَرْبَعَةِ: - أَيُّمَا إِهَابٍ دُبِغَ -.
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda: “jika kulit disamak maka ia telah suci”
[hadits diriwayatkan oleh Imam Muslim. Dan dari riwayat imam yang empat:] “kulit
binatang apa pun yang disamak”.
وَعَنْ سَلَمَةَ بْنِ
الْمُحَبِّقِ - رضي الله عنه - قَالَ: قَالَ رَسُولُ الْلَّهِ - صلى الله عليه
وسلم - - دِبَاغُ جُلُودِ الْمَيْتَةِ طُهُورُهاَ - صَحَّحَهُ ابْنُ
حِبَّانَ.
Dari Salamah bin Muhabbiq radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “menyemak kulit bangkai
adalah mensucikannya” [dishahihkan oleh Ibnu Hibban]
وَعَنْ مَيْمُونَةَ رَضِيَ الْلَّهُ عَنْهَا، قَالَتْ: - مَرَّ
رَسُولُ الْلَّهِ – صلى الله عليه وسلم – بِشَاةٍ يَجُرُّونَهَا، فَقَالَ: "لَوْ
أَخَذْتُمْ إِهَابَهَا؟" فَقَالُوا: إِنَّهَا مَيْتَةٌ، فَقَالَ: "يُطَهِّرُهَا
الْمَاءُ وَالْقَرَظُ" – أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ،
وَالنَّسَائِيُّ.
Dan Dari Maimunah radhiyallahu ‘anha, ia berkata: Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati kambing yang (mati) diseret. Lalu
Nabi bertanya: “seandainya kalian mengambil kulitnya”. Mereka berkata: “(kambing)
ini adalah bangkai”. Kemudian Rasulullah bersabda: “dapat disucikan
dengan air dan daun pohon yang dapat dibuat samak”
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman al-Bassam dalam kitab Taudhiih
al-Ahkaam min Buluugh al-Maraam (I/157-161):
(دُبِغَ)
disamak. Menyamak dilakukan dengan cara khusus untuk menghilangkan
hal-hal yang membuat basah/lembab dan bau dari kulit. (الْإِهَابُ)
kulit yang belum disamak.
(الْمُحَبِّقِ)
adalah Hudzaliy atau dari suku Hudzail. Bangkai adalah hewan
yang mati dengan sendirinya (tanpa sembelih) atau mati disembelih tidak sesuai
syariat.
(الْقَرَظُ) biji pohon
salam, atau pohon yang lainnya yang dapat digunakan untuk menyamak. Faidah
hadits:
a)
Hadits
Ibnu ‘Abbas: secara umum menunjukkan bahwa kulit binatang apapun dapat
disucikan dengan cara disamak (baik hewan yang suci maupun tidak suci ketika
hidupnya).
b)
Hadits
Salamah bin al-Muhabbiq: menunjukkan bahwa menyamak dapat mensucikan kulit
bangkai hewan.
c)
Hadits
Maimunah: menunjukkan bahwa menyamak dapat menyucikan kulit bangkai kambing,
seperti kambing atau selainnya dari hewan-hewan yang halal untuk dimakan.
d)
Kulit
yang sudah suci setelah disamak, maka dapat digunakan untuk pakaian, tempat
minum, dan keperluan yang lain.
e)
Boleh
menyamak dengan segala sesuatu yang dapat menghilangkan kelebihan-kelebihan
kulit, membuatnya wangi dan menghilangkan bau busuk dan kerusakan, baik dengan al-qaradh
atau kulit pohon atau yang lainnya untuk menyucikannya.
f)
Ulama
berselisih pendapat tentang kesucian samak kulit bangkai hewan yang ketika
hidup suci (boleh dimakan):
i.
Imam
Ahmad: kulit bangkai hewan tidak dapat disucikan dengan samak, kecuali hanya
untuk pakaian, sebagaimana riwayat dari ‘Umar, Ibnu ‘Umar, ‘Imran bin Hushain,
‘A`isyah. Dalilnya:
رَخَّصْت
لَكُمْ فِي جُلُود الْمَيْتَة فَإِذَا أَتَاكُمْ كِتَابِي فَلَا تَنْتَفِعُوا مِنْ
الْمَيْتَة بِإِهَابٍ وَلَا عَصَب
“Aku telah memberikan kalian
rukhshah/keringanan tentang kulit bangkai, maka jika datang kepada kalian
tulisanku ini maka janganlah kalian memanfaatkan kulit dan syaraf bangkai”
Menurut Imam Ahmad sanad hadits ini jayyid.
Dan menghapus hukum (naasikh) hadits sebelumnya.
ii.
Madzhab
yang tiga dan mayoritas ualama mengatakan “samak dapat mensucikan kulit
binatang yang pada asalnya halal, meskipun menjadi bangkai”. Adapun hadits yang
digunakan Imam Ahmad adalah hadits yang mursal dan mudhtharib di sanad dan matan-nya.
Penjelasan Imam al-Nawawi dalam kitab al-Minhaj Syarh Muslim
bin al-Hajjaj (lihat: IV/69-75):
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum menyamak kulit dan
kesuciannya dengan disamak ke dalam 7 madzhab:
Pertama, madzhab Syafi’i
(berpendapat) penyamakan dapat mensucikan seluruh kulit bangkai kecuali kulit
anjing dan babi dan yang terlahir dari salah satu dari keduanya dan selainnya.
Penyamakan juga dapat mensucikan kulit luar dan dalam, dan boleh digunakan
untuk benda cair/basah maupun kering, serta tidak ada perbedaan antara hewan
yang dagingnya boleh dimakan dan selainnya. Dan madzhab yang berpendapat
seperti ini juga yaitu Ali bin Abi Thalib dan ‘Abdullah bin Mas’ud –radhiyallahu
‘anhumaa-.
Kedua, penyamakan tidak dapat
mensucikan kulit apa pun. Hal ini diriwayatkan dari ‘Umar bin al-Khaththab dan ‘Abdullah
bin ‘Umar dan ‘Aisyah, dan ini juga merupakan riwayat yang paling masyhur dari
2 riwayat Ahmad dan salah satu riwayat dari Malik.
Ketiga, penyamakan dapat mensucikan
kulit bangkai binatang yang (pada asalnya) dagingnya boleh dimakan saja, adapun
binatang yang dagingnya haram maka kulitnya tidak bisa disucikan dengan samak. Ini
merupakan madzhab al-Auza’i, Ibnu al-Mubarak, Abu Tsaur, Ishaq bin Rahawaih.
Keempat, penyamakan dapat mensucikan
seluruh kulit bangkai kecuali kulit babi. Ini merupakan madzhabnya imam Abu
Hanifah.
Kelima, penyamakan dapat mensucikan
seluruh kulit, namun yang suci hanya zhahir (bagian luar) kulit saja dan hanya
untuk tempat benda kering dan bagian luar kulit dapat digunakan untuk shalat,
adapun bagian dalamnya tidak. Ini merupakan pendapat yang masyhur dari Malik.
Keenam, penyamakan dapat mensucikan
seluruh kulit termasuk anjing dan babi, baik bagian luar maupun dalam kulit. Ini
merupakan madzhabnya Ibnu Hazm al-Zhahiri dan pengikut madzhab zhahiri.
Ketujuh, kulit binatang adalah suci
walaupun tanpa disamak, dan dapat digunakan untuk benda kering maupun basah. Ini
pendapatnya al-Zuhri.
Ahli bahasa berbeda pendapat tentang
makna ihaab. Sebagian berpendapat bahwa ia adalah kulit secara umum. Sebagian
lain berpendapat bahwa ia adalah kulit sebelum disamak, adapun setelah disamak
maka tidak dinamai ihaab.
Penyamakan dapat dilakukan
menggunakan benda apa pun yang dapat menghilangkan kelebihan kulitnya, membuat
wangi serta menghindarkan dari kerusakan, yang penting alat tersebut adalah
suci.
~ Abu Ahmad, Ayatullah ~
Lubuk Buaya, Kota Padang
00:13 | Ahad, 19 November 2017
Tidak ada komentar