Header Ads

Apakah Manusia Bisa Melihat Jin?

Ayat al-Qur’an yang mengesankan bahwa manusia tidak dapat melihat jin yaitu pada surah al-A’raf: 27
يَٰبَنِيٓ ءَادَمَ لَا يَفۡتِنَنَّكُمُ ٱلشَّيۡطَٰنُ كَمَآ أَخۡرَجَ أَبَوَيۡكُم مِّنَ ٱلۡجَنَّةِ يَنزِعُ عَنۡهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوۡءَٰتِهِمَآۚ إِنَّهُۥ يَرَىٰكُمۡ هُوَ وَقَبِيلُهُۥ مِنۡ حَيۡثُ لَا تَرَوۡنَهُمۡۗ إِنَّا جَعَلۡنَا ٱلشَّيَٰطِينَ أَوۡلِيَآءَ لِلَّذِينَ لَا يُؤۡمِنُونَ ٢٧
“Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpim bagi orang-orang yang tidak beriman.”

Adapun hadits yang terkesan bertentangan dengan ayat tersebut di atas adalah:
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ قَالَ أَخْبَرَنَا رَوْحٌ وَمُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ عَنْ شُعْبَةَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ زِيَادٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ عِفْرِيتًا مِنْ الْجِنِّ تَفَلَّتَ عَلَيَّ الْبَارِحَةَ أَوْ كَلِمَةً نَحْوَهَا لِيَقْطَعَ عَلَيَّ الصَّلَاةَ فَأَمْكَنَنِي اللَّهُ مِنْهُ فَأَرَدْتُ أَنْ أَرْبِطَهُ إِلَى سَارِيَةٍ مِنْ سَوَارِي الْمَسْجِدِ حَتَّى تُصْبِحُوا وَتَنْظُرُوا إِلَيْهِ كُلُّكُمْ فَذَكَرْتُ قَوْلَ أَخِي سُلَيْمَانَ رَبِّ { هَبْ لِي مُلْكًا لَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ مِنْ بَعْدِي } (رواه البخاري)
حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْحَقُ بْنُ مَنْصُورٍ قَالَا أَخْبَرَنَا النَّضْرُ بْنُ شُمَيْلٍ أَخْبَرَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا مُحَمَّدٌ وَهُوَ ابْنُ زِيَادٍ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ عِفْرِيتًا مِنْ الْجِنِّ جَعَلَ يَفْتِكُ عَلَيَّ الْبَارِحَةَ لِيَقْطَعَ عَلَيَّ الصَّلَاةَ وَإِنَّ اللَّهَ أَمْكَنَنِي مِنْهُ فَذَعَتُّهُ فَلَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ أَرْبِطَهُ إِلَى جَنْبِ سَارِيَةٍ مِنْ سَوَارِي الْمَسْجِدِ حَتَّى تُصْبِحُوا تَنْظُرُونَ إِلَيْهِ أَجْمَعُونَ أَوْ كُلُّكُمْ ثُمَّ ذَكَرْتُ قَوْلَ أَخِي سُلَيْمَانَ { رَبِّ اغْفِرْ لِي وَهَبْ لِي مُلْكًا لَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ مِنْ بَعْدِي } (رواه مسلم)
“Dari Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu-, Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda: tadi malam jin Ifrit datang kepadaku dan berusaha mengganggu shalatku, tetapi Allah memberiku kemampuan untuk menguasainya. Aku ingin mengikatnya di salah satu pilar masjid sehingga kalian dapat melihatnya keesokan paginya, tetapi aku teringat kata-kata saudaraku Sulaiman, (seperti dinyatakan dalam Al-Quran) : ,”Ya Tuhanku! Ampunilah aku dan berilah aku kerajaan yang tiada seorang pun sesudahku patut memilikinya, sungguh Kau adalah Maha Pemberi (rahmat berkelimpahan). {QS. Shad [38] : 35}.
Zhahir ayat menyatakan bahwa manusia tidak dapat melihat jin. Adapun hadits tersebut menjelaskan bahwa manusia (Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam-) dapat melihat jin. Kedua dalil ini seolah bertentangan satu sama lain.
Metode Ulama dalam mengkompromikan kedua dalil.
Para ulama berbeda pendapat tentang kemungkinan manusia dapat melihat jin, terbagi ke dalam dua pendapat:
a)      Pendapat yang pertama: Manusia dapat melihat jin. Ini merupakan madzhab Ahlus Sunnah. Namun mereka berbeda pendapat dalam mentakwil ayat serta mengkompromikan antara ayat dengan hadits, ke dalam beberapa pendapat:
1)      Bahwasannya makna ayat dipahami bahwa mayoritas manusia tidak dapat melihat jin, namun bukan berarti seluruh manusia tidak ada yang dapat melihat jin. Manusia secara umum/mayoritas tidak dapat melihat jin dari sisi manusia, namun hal ini tidak mencegah kemungkinan dalam waktu-waktu tertentu manusia dapat melihatnya. Hal ini sebagaimana yang terjadi kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Ini merupakan pendapat al-Khaththabi, al-Baghawi, al-Qadhi ’Iyadh, Abu al-‘Abbas al-Qurthubi, al-Nawawi, Ibnu Rajab dan al-Alusi.
2)      Bahwa maksud ayat ini adalah kita tidak dapat melihat mereka (jin) dalam keadaan mereka melihat kita, sehingga ayat ini tidak meniadakan manusia melihat jin secara total. Bahwasannya penglihatan mereka kepada kita terbatas hanya dari sisi ini saja, maka kita tidak dapat melihat mereka di waktu mereka melihat kita, namun boleh jadi kita dapat melihat kita bukan ketika mereka melihat kita. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Ibnu Taimiyah, al-Kirmani, Ibnu Hajar al-Haitami dan asy-Syaukani.
3)      Bahwasannya jin tidak dapat dilihat oleh manusia, jika mereka dalam bentuk yang aslinya yang memang diciptakan demikian. Pada zhahir ayat, jika ia berubah bentuknya berupa selain bentuk asli mereka, serta banyak hadits dan atsar yang menunjukkan hal itu. Ini merupakan pendapat al-Qadhi ‘Iyadh dan Ibnu Hajar.
4)      Bahwasannya manusia yang dapat melihat jin dalam bentuk aslinya dikhususkan bagi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan itu termasuk mukjizat. Seluruh orang tidak ada yang dapat melihat jin, kecuali jika mereka merubah bentuknya ke bentuk yang selain dirinya sebagaimana diciptakan. Ini merupakan pendapatnya Ibnu Baththal, al-Nahas dan Ibnu ‘Asyur.
5)      Pendapat yang kelima adalah bahwa manusia tidak ada yang dapat melihat jin kecuali Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- atau pada zaman Nabi. Ini merupakan pendapat Ibnu Hazm. Dan dinukil pendapatnya Imam al-Syafi’i dalam Kitab Ahkam al-Qur’an: “Barangsiapa yang mengira bahwa dirinya dapat melihat jin maka batal kesaksiannya/syahadatnya, Allah berfirman: Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka.” Kecuali para Nabi.
6)      Bahwasannya ayat ini merupakan perumpamaan halusnya makar setan dan samarnya tipu daya mereka, dan maksudnya bukan menyatakan bahwa manusia tidak dapat melihatnya dengan nyata.
Dalil Ahlus Sunnah yang menyatakan bahwa manusia dapat melihat jin adalah:
                         i.          Hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu-, sebagaimana yang telah disebutkan.
                       ii.          Kisah Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu- bersama setan, Abu Hurairah melihatnya dalam bentuk seorang manusia yang miskin.[1] Hal ini menunjukkan bahwasannya setan dan jin dapat merubah bentuknya ke selain bentuk aslinya.
                     iii.          Allah mengisahkan di dalam al-Qur’an, perbuatan jin untuk Nabi Sulaiman dan berdialog/berbincang dengannya:

قَالَ عِفۡرِيتٞ مِّنَ ٱلۡجِنِّ أَنَا۠ ءَاتِيكَ بِهِۦ قَبۡلَ أَن تَقُومَ مِن مَّقَامِكَۖ وَإِنِّي عَلَيۡهِ لَقَوِيٌّ أَمِينٞ ٣٩
Berkata ´Ifrit (yang cerdik) dari golongan jin: "Aku akan datang kepadamu dengan membawa singgsana itu kepadamu sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu; sesungguhnya aku benar-benar kuat untuk membawanya lagi dapat dipercaya" [al-Naml: 39]
Hal semacam ini tidak dapat diingkari karena telah ditetapkan oleh al-Qur’an dan disebutkan dalam hadits yang shahih.
b)      Pendapat yang kedua: manusia tidak dapat melihat jin, sama sekali, baik Nabi maupun yang selainnya. Ini merupakan pendapat Mu’tazilah dan sebagian pendapat dari ‘Asya’irah. Diantara yang berpendapat demikian adalah al-Zamakhsyari dan Fakhrur Razi.
Al-Zamakhsyari dalam tafsir al-Kasysyaf, setelah menyebutkan surah al-A’raf: 27, ia menyebutkan:
وفيه دليل بَيِّنٌ أن الجنّ لا يرون ولا يظهرون للإنس ، وأن أظهارهم أنفسهم ليس في استطاعتهم ، وأن زعم من يدّعي رؤيتهم زور ومخرقة
“Dalam ayat ini terdapat petunjuk yang jelas bahwasannya jin tidak dapat dilihat dan tidak nampak bagi manusia. Dan menampakkan diri bukanlah kemampuan mereka. Dan barangsiapa yang mengklaim bahwasannya ia dapat melihat jin, maka ia telah berdusta”
Hampir senada dengan al-Zamakhsyari adalah ungkapan Fakhrur Razi dalam kitab tafsirnya Mafaatih al-Ghaib:
{ مِنْ حَيْثُ لاَ تَرَوْنَهُمْ } يدل على أن الإنس لا يرون الجن لأن قوله : { مِنْ حَيْثُ لاَ تَرَوْنَهُمْ } يتناول أوقات الاستقبال من غير تخصيص ، قال بعض العلماء ولو قدر الجن على تغيير صور أنفسهم بأي صورة شاؤا وأرادوا ، لوجب أن ترتفع الثقة عن معرفة الناس ، فلعل هذا الذي أشاهده وأحكم عليه بأنه ولدي أو زوجتي جنى صور نفسه بصورة ولدي أو زوجتي وعلى هذا التقدير فيرتفع الوثوق عن معرفة الأشخاص ،
Tarjih
Pendapat yang terlihat kebenarannya adalah bahwa manusia dapat melihat jin. Makna ayat diarahkan bahwa manusia tidak dapat melihat jin jika jin tersebut dalam bentuk aslinya (sebagaimana Allah ciptakan). Namun jika ia merubah bentuknya seperti manusia atau hewan maka dapat dilihat. Oleh karena itu, ayat ini maknanya muqayyad (terikat/terbatas) pada selama jin tersebut dalam bentuk aslinya maka tidak dapat dilihat. Dalilnya adalah:
·         Hadits yang telah disebutkan, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam-  dapat melihat mereka.
·         Kisah sebagian shahabat yang melihat mereka dalam bentuk manusia atau hewan. Hal ini menunjukkan bahwa mereka hanya dapat dilihat jika telah merubah bentuknya seperti manusia atau hewan, adapun jika masih dalam wujud aslinya maka tidak dapat dilihat.
·         Tidak ada satu pun kisah yang menyebutkan bahwa ada yang dapat melihat jin dalam bentuk aslinya. Maka hal ini menguatkan pendapat kami tentang hal ini.
Ibnu Taimiyah menyebutkan dalam kitab al-Radd ‘ala al-Mantiqiyyin: “banyak orang yang telah melihat jin, ...... para imam dalam Islam telah sepakat tentang keberadaan/eksistensi jin, dan telah banyak yang melihat dan berbicara dengan mereka”

Disarikan dari kitab al-Ahadits al-Musykilah al-Waridah fi Tafsir al-Qur’an al-Karim karya Ahmad bin Abdul Aziz bin Muqrin al-Qushayyir, penerbit: Dar Ibnu al-Jauzi, Saudi: 1430 H. hal. 218 – 224.

~Abu Ahmad, Ayatullah~
Lubuk Buaya, Kota Padang
04:27 | Kamis, 9 Nov 2017




[1] Hadits diriwayatkan oleh al-Bukhari:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ وَكَّلَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِحِفْظِ زَكَاةِ رَمَضَانَ فَأَتَانِي آتٍ فَجَعَلَ يَحْثُو مِنْ الطَّعَامِ فَأَخَذْتُهُ وَقُلْتُ وَاللَّهِ لَأَرْفَعَنَّكَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنِّي مُحْتَاجٌ وَعَلَيَّ عِيَالٌ وَلِي حَاجَةٌ شَدِيدَةٌ قَالَ فَخَلَّيْتُ عَنْهُ فَأَصْبَحْتُ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ مَا فَعَلَ أَسِيرُكَ الْبَارِحَةَ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ شَكَا حَاجَةً شَدِيدَةً وَعِيَالًا فَرَحِمْتُهُ فَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ قَالَ أَمَا إِنَّهُ قَدْ كَذَبَكَ وَسَيَعُودُ فَعَرَفْتُ أَنَّهُ سَيَعُودُ لِقَوْلِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّهُ سَيَعُودُ فَرَصَدْتُهُ فَجَاءَ يَحْثُو مِنْ الطَّعَامِ فَأَخَذْتُهُ فَقُلْتُ لَأَرْفَعَنَّكَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ دَعْنِي فَإِنِّي مُحْتَاجٌ وَعَلَيَّ عِيَالٌ لَا أَعُودُ فَرَحِمْتُهُ فَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ فَأَصْبَحْتُ فَقَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ مَا فَعَلَ أَسِيرُكَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ شَكَا حَاجَةً شَدِيدَةً وَعِيَالًا فَرَحِمْتُهُ فَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ قَالَ أَمَا إِنَّهُ قَدْ كَذَبَكَ وَسَيَعُودُ فَرَصَدْتُهُ الثَّالِثَةَ فَجَاءَ يَحْثُو مِنْ الطَّعَامِ فَأَخَذْتُهُ فَقُلْتُ لَأَرْفَعَنَّكَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ وَهَذَا آخِرُ ثَلَاثِ مَرَّاتٍ أَنَّكَ تَزْعُمُ لَا تَعُودُ ثُمَّ تَعُودُ قَالَ دَعْنِي أُعَلِّمْكَ كَلِمَاتٍ يَنْفَعُكَ اللَّهُ بِهَا قُلْتُ مَا هُوَ قَالَ إِذَا أَوَيْتَ إِلَى فِرَاشِكَ فَاقْرَأْ آيَةَ الْكُرْسِيِّ { اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ } حَتَّى تَخْتِمَ الْآيَةَ فَإِنَّكَ لَنْ يَزَالَ عَلَيْكَ مِنْ اللَّهِ حَافِظٌ وَلَا يَقْرَبَنَّكَ شَيْطَانٌ حَتَّى تُصْبِحَ فَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ فَأَصْبَحْتُ فَقَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا فَعَلَ أَسِيرُكَ الْبَارِحَةَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ زَعَمَ أَنَّهُ يُعَلِّمُنِي كَلِمَاتٍ يَنْفَعُنِي اللَّهُ بِهَا فَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ قَالَ مَا هِيَ قُلْتُ قَالَ لِي إِذَا أَوَيْتَ إِلَى فِرَاشِكَ فَاقْرَأْ آيَةَ الْكُرْسِيِّ مِنْ أَوَّلِهَا حَتَّى تَخْتِمَ الْآيَةَ { اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ } وَقَالَ لِي لَنْ يَزَالَ عَلَيْكَ مِنْ اللَّهِ حَافِظٌ وَلَا يَقْرَبَكَ شَيْطَانٌ حَتَّى تُصْبِحَ وَكَانُوا أَحْرَصَ شَيْءٍ عَلَى الْخَيْرِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَا إِنَّهُ قَدْ صَدَقَكَ وَهُوَ كَذُوبٌ تَعْلَمُ مَنْ تُخَاطِبُ مُنْذُ ثَلَاثِ لَيَالٍ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ لَا قَالَ ذَاكَ شَيْطَانٌ

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.