Bab Bejana/Wadah - Kitab Thaharah - Kitab Bulughul Maram
بَابُ الْآنِيَةِ
Bab Bejana/Wadah
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman al-Bassam dalam kitab Taudhiih
al-Ahkaam min Buluugh al-Maraam (I/152):
(آنِيَةِ) adalah jamak dari (إِنَاء) pada (wazan) (أفعلة). Asalnya jamaknya adalah (أأنِيَة) lalu hamzahnya diganti alif. Jamak dari (آنِيَةِ) adalah (أوان). Hubungan pembahasan ini dengan BAB THAHARAH adalah bahwa air yang
digunakan untuk bersuci mengalir/dialirkan dari bejana (wadah air), oleh karena
itu hukum mengenai wadah air juga harus dijelaskan. Bejana (wadah air) itu bisa
terbuat dari besi, tembaga, kuningan, tembikar, kayu, kulit, dan lain-lain yang
dapat dijadikan bejana walaupun harganya mahal seperti permata dan zamrud.
Hukum asal bejana adalah mubah,
sebagaimana firman Allah dalam surah al-Baqarah: 29:
هُوَ
ٱلَّذِي خَلَقَ لَكُم مَّا فِي ٱلۡأَرۡضِ جَمِيعٗا ٢٩
“Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk
kamu”
Ini merupakan pokok yang agung yang menunjukkan bahwa semua yang
ada di kehidupan ini yang berupa adat kebiasaan, mu’amalah, buatan
manusia dan penemuan-penemuan/inovasi, serta seluruh yang digunakan yang berupa
pakaian, kasur, wadah-wadah dan selainnya, seluruhnya hukumnya adalah mubah
secara mutlak. Barangsiapa yang mengharamkan sesuatu yang tidak diharamkan oleh
Allah, maka ia adalah seorang mubtadi’.
Oleh karena itu, seluruh
bejana/wadah hukum asalnya adalah mubah, kecuali yang diharamkan Allah dan
rasul-Nya seperti bejana yang terbuat dari emas dan perak, sebagaimana akan
dibahas.
~ Abu Ahmad, Ayatullah ~
Lubuk Buaya, Kota Padang
16:31 | Ahad, 12 November 2017
Tidak ada komentar