Header Ads

Cara menghilangkan Najis Kencing Manusia – Hadits Kesepuluh – Kitab Bulughul Maram


وَعَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ - رضي الله عنه - قَالَ: - جَاءَ أَعْرَابِيٌّ فَبَالَ فِي طَائِفَةِ اَلْمَسْجِدِ, فَزَجَرَهُ اَلنَّاسُ, فَنَهَاهُمْ اَلنَّبِيُّ - صلى الله عليه وسلم - فَلَمَّا قَضَى بَوْلَهُ أَمَرَ اَلنَّبِيُّ - صلى الله عليه وسلم - بِذَنُوبٍ مِنْ مَاءٍ; فَأُهْرِيقَ عَلَيْهِ. - مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
Arti:
Dari Anas bin Malik – radhiyallaahu ‘anhu –, ia berkata: seorang Baduwi datang, lalu kencing di sisi masjid, maka orang-orang menghardiknya. Nabi – shallallaahu ‘alaihi wa sallam – melarang mereka. Tatkala orang tersebut selesai kencingnya, maka Nabi – shallallaahu ‘alaihi wa sallam – memerintahkan salah seorang shahabat untuk membawakan satu ember air, lalu dituangkan di bekas kencing. [Muttafaq ‘alaih]
Beberapa versi riwayat:
حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ قَالَ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ قَالَ أَخْبَرَنِي عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُتْبَةَ بْنِ مَسْعُودٍ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ قَامَ أَعْرَابِيٌّ فَبَالَ فِي الْمَسْجِدِ فَتَنَاوَلَهُ النَّاسُ فَقَالَ لَهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعُوهُ وَهَرِيقُوا عَلَى بَوْلِهِ سَجْلًا مِنْ مَاءٍ أَوْ ذَنُوبًا مِنْ مَاءٍ فَإِنَّمَا بُعِثْتُمْ مُيَسِّرِينَ وَلَمْ تُبْعَثُوا مُعَسِّرِينَ (رواه البخاري)
حَدَّثَنَا عَبْدَانُ قَالَ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ قَالَ أَخْبَرَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ قَالَ سَمِعْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَابُ يُهَرِيقُ الْمَاءَ عَلَى الْبَوْلِ حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ مَخْلَدٍ قَالَ وَحَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ قَالَ سَمِعْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ قَالَ جَاءَ أَعْرَابِيٌّ فَبَالَ فِي طَائِفَةِ الْمَسْجِدِ فَزَجَرَهُ النَّاسُ فَنَهَاهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا قَضَى بَوْلَهُ أَمَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِذَنُوبٍ مِنْ مَاءٍ فَأُهْرِيقَ عَلَيْهِ (رواه البخاري)
و حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ وَهُوَ ابْنُ زَيْدٍ عَنْ ثَابِتٍ عَنْ أَنَسٍ أَنَّ أَعْرَابِيًّا بَالَ فِي الْمَسْجِدِ فَقَامَ إِلَيْهِ بَعْضُ الْقَوْمِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعُوهُ وَلَا تُزْرِمُوهُ قَالَ فَلَمَّا فَرَغَ دَعَا بِدَلْوٍ مِنْ مَاءٍ فَصَبَّهُ عَلَيْهِ (رواه مسلم)
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ الْقَطَّانُ عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ الْأَنْصَارِيِّ ح و حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى وَقُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ جَمِيعًا عَنْ الدَّرَاوَرْدِيِّ قَالَ يَحْيَى بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ مُحَمَّدٍ الْمَدَنِيُّ عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ أَنَّهُ سَمِعَ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ يَذْكُرُ أَنَّ أَعْرَابِيًّا قَامَ إِلَى نَاحِيَةٍ فِي الْمَسْجِدِ فَبَالَ فِيهَا فَصَاحَ بِهِ النَّاسُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعُوهُ فَلَمَّا فَرَغَ أَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِذَنُوبٍ فَصُبَّ عَلَى بَوْلِهِ (رواه مسلم)
حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ يُونُسَ الْحَنَفِيُّ حَدَّثَنَا عِكْرِمَةُ بْنُ عَمَّارٍ حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ أَبِي طَلْحَةَ حَدَّثَنِي أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ وَهُوَ عَمُّ إِسْحَقَ قَالَ بَيْنَمَا نَحْنُ فِي الْمَسْجِدِ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ جَاءَ أَعْرَابِيٌّ فَقَامَ يَبُولُ فِي الْمَسْجِدِ فَقَالَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَهْ مَهْ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تُزْرِمُوهُ دَعُوهُ فَتَرَكُوهُ حَتَّى بَالَ ثُمَّ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعَاهُ فَقَالَ لَهُ إِنَّ هَذِهِ الْمَسَاجِدَ لَا تَصْلُحُ لِشَيْءٍ مِنْ هَذَا الْبَوْلِ وَلَا الْقَذَرِ إِنَّمَا هِيَ لِذِكْرِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَالصَّلَاةِ وَقِرَاءَةِ الْقُرْآنِ أَوْ كَمَا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَأَمَرَ رَجُلًا مِنْ الْقَوْمِ فَجَاءَ بِدَلْوٍ مِنْ مَاءٍ فَشَنَّهُ عَلَيْهِ (رواه مسلم)
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَالِسًا فِي الْمَسْجِدِ وَأَصْحَابُهُ مَعَهُ إِذْ جَاءَ أَعْرَابِيٌّ فَبَالَ فِي الْمَسْجِدِ فَقَالَ أَصْحَابُهُ مَهْ مَهْ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تُزْرِمُوهُ دَعُوهُ ثُمَّ دَعَاهُ فَقَالَ لَهُ إِنَّ هَذِهِ الْمَسَاجِدَ لَا تَصْلُحُ لِشَيْءٍ مِنْ الْقَذَرِ وَالْبَوْلِ وَالْخَلَاءِ أَوْ كَمَا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّمَا هِيَ لِقِرَاءَةِ الْقُرْآنِ وَذِكْرِ اللَّهِ وَالصَّلَاةِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِرَجُلٍ مِنْ الْقَوْمِ قُمْ فَأْتِنَا بِدَلْوٍ مِنْ مَاءٍ فَشُنَّهُ عَلَيْهِ فَأَتَاهُ بِدَلْوٍ مِنْ مَاءٍ فَشَنَّهُ عَلَيْهِ (رواه أحمد)
دَخَلَ أَعْرَابِيٌّ الْمَسْجِدَ وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَالِسٌ فَصَلَّى فَلَمَّا فَرَغَ قَالَ اللَّهُمَّ ارْحَمْنِي وَمُحَمَّدًا وَلَا تَرْحَمْ مَعَنَا أَحَدًا فَالْتَفَتَ إِلَيْهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لَقَدْ تَحَجَّرْتَ وَاسِعًا فَلَمْ يَلْبَثْ أَنْ بَالَ فِي الْمَسْجِدِ فَأَسْرَعَ إِلَيْهِ النَّاسُ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَهْرِيقُوا عَلَيْهِ سَجْلًا مِنْ مَاءٍ أَوْ دَلْوًا مِنْ مَاءٍ ثُمَّ قَالَ إِنَّمَا بُعِثْتُمْ مُيَسِّرِينَ وَلَمْ تُبْعَثُوا مُعَسِّرِينَ (رواه الترمذي)
Kisah selengkapnya dari beberapa riwayat: suatu hari Nabi – shallallaahu ‘alaihi wa sallam – duduk-duduk bersama para shahabat – radhiyallaahu ‘anhum –. Tiba-tiba datang seorang baduwi masuk masjid lalu kencing di salah satu sisinya. Lalu para shahabat melarangnya (membentaknya) dengan mengatakan mah mah (ungkapan untuk mencegah atau membentak). Lalu Nabi – shallallaahu ‘alaihi wa sallam – melarang para shahabat dengan mengatakan (لَا تُزْرِمُوهُ دَعُوهُ) ‘janganlah kalian menghentikannya, biarkan dia’. ‘berdirilah dan ambillah satu ember air lalu tuangkanlah ke atas (bekas kencingnya)’. (فَإِنَّمَا بُعِثْتُمْ مُيَسِّرِينَ وَلَمْ تُبْعَثُوا مُعَسِّرِينَ) ‘sesungguhnya kalian diutus untuk mempermudah, bukan untuk mempersulit’ Setelah orang tersebut selesai dari kencingnya, Nabi memanggilnya dan mengatakan: ‘sesungguhnya ini adalah masjid, tidak layak untuk kencing dan kotoran. Namun ini adalah tempat untuk dzikir kepada Allah ‘Azza wa Jalla, shalat dan membaca al-Qur’an’. [setelah mendengar teguran Nabi yang begitu lembut] lalu orang Baduwi tersebut berdo’a: (اللَّهُمَّ ارْحَمْنِي وَمُحَمَّدًا وَلَا تَرْحَمْ مَعَنَا أَحَدًا) ‘Ya Allah rahmatilah aku dan Muhammad dan janganlah Engkau merahmati seorang pun selain kami’. Kemudian Nabi menoleh kepada orang tersebut dan mengatakan ‘engkau telah membatasi sesuatu yang luas’.
Penjelasan hadits:
Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Fauzan dalam kitabnya Tas-hiil al-Ilmaam bi fiqh al-Ahadits min Bulugh al-Maram (I/50-53) menjelaskan:
Anas bin Malik merupakan orang yang berkhidmah kepada Nabi – shallallaahu ‘alaihi wa sallam –. Ia berkhidmah sejak Nabi – shallallaahu ‘alaihi wa sallam – datang ke Madinah sampai beliau wafat. Adapun umur Anas bin Malik ketika berkhidmah kepada Nabi – shallallaahu ‘alaihi wa sallam – adalah 10 tahun, dan Anas wafat pada usia lebih dari 100 tahun.
(جَاءَ أَعْرَابِيٌّ) ‘datang orang baduwi’ yaitu orang yang hidup di baadiyah (padang sahara dan berpindah-pindah), baik orang Arab maupun orang ‘ajam (selain arab). Orang baduwi berbeda dengan orang al-hadhr (tinggal menetap) yang tinggal di kota maupun desa atau ibu kota. Jadi manusia terbagi menjadi dua yaitu haadhirah dan baadiyah. Orang yang tinggal di padang sahara dan berpindah-pindah mereka disebut (الأعراب), mayoritas mereka bersikap kasar dan bodoh. Adapun orang yang tinggal menetap (baik di desa maupun kota), mayoritas mereka adalah orang yang beradab dan berpendidikan.
Orang baduwi sebagaimana diceritakan dalam hadits ini, karena kekasarannya dan kebodohannya maka ia mendapatkan akibatnya. Ia datang, sedangkan Nabi – shallallaahu ‘alaihi wa sallam – dan para shahabatnya di masjid. (فَبَالَ فِي طَائِفَةِ اَلْمَسْجِدِ) ‘kemudian ia kencing di sisi masjid’ طَائِفَةِ adalah sisi dan bagian dari sesuatu. ‘dari masjid’ karena biasanya orang baduwi mereka jika kencing tidak menjauh (dari manusia), mereka hanya menjauh dari manusia ketika buang air besar. Tetapi orang baduwi ini tidak dapat membedakan antara bangunan masjid dan selainnya, ia hanya bertindak sesuai adat kebiasaan yang tidak membedakan antara masjid dan selainnya. Maka tatkala para shahabat –radhiyallaahu ‘anhum- melihatnya, mereka mencegahnya, yaitu mengingkari perbuatannya dengan keras, karena orang baduwi tersebut melakukan kemungkaran. (فَنَهَاهُمْ اَلنَّبِيُّ - صلى الله عليه وسلم -) ‘maka Nabi melarang mereka’ yaitu melarang mereka untuk mencegahnya, dan beliau bersabda ‘biarkan dia’ untuk menyelesaikan kencingnya, dalam riwayat lain ‘jangahlah kalian menghentikannya’ yaitu menghentikan kencingnya, lalu mereka meninggalkannya sampai ia selesai kencing. (فَلَمَّا قَضَى بَوْلَهُ أَمَرَ اَلنَّبِيُّ - صلى الله عليه وسلم - بِذَنُوبٍ مِنْ مَاءٍ) ‘tatkala ia selesai kencing, Nabi meminta satu ember air’. ذَنُوب adalah ember yang penuh berisi air, sama dengan سَجْلًا, adapun jika kosong tanpa isi maka disebut دَلْو .
(فَأُهْرِيقَ عَلَيْهِ) ‘lalu dituangkan di atasnya’. Pada asalnya katanya adalah أُريق kemudian hamzah ditukar menjadi ha’ jadi هريق kemudian di depannya ditambahkan hamzah menjadi أُهْرِيقَ.
Hadits Anas ini merupakan hadits yang agung yang mengandung beberapa faidah:
·         Najisnya air kencingnya manusia. Ini merupakan kesepakatan seluruh ahli ilmu. Oleh karena itu wajib untuk mensucikannya jika terkena kepada pakaian, badan atau tempat.
·         Cara mensucikan tanah yang terkena najis, yaitu dengan menuangkan air yang banyak di atasnya. Hukum ini juga berlaku untuk yang menempel pada tanah, misalnya darah haidh, maka cara mensucikannya adalah dengan menuangkan air di atasnya. Zhahir hadits, tidak ada bedanya antara tanah yang keras dan yang lembek. Adapun masjid nabawi maka tanahnya lembek.
·         Memuliakan masjid. Nabi tidak mengingkari tindakan para shahabat yang melarang orang baduwi, namun Nabi hanya mengingkari cara mereka yang keras. Oleh karena itu, Nabi memanggil dan menasehati orang baduwi tersebut dengan mengatakan ‘sesungguhnya ini adalah masjid, tidak layak untuk kencing dan kotoran. Namun ini adalah tempat untuk dzikir kepada Allah ‘Azza wa Jalla, shalat dan membaca al-Qur’an’. [hadits riwayat Muslim: 285]. Hal ini menunjukkan wajibnya memuliakan masjid rumah Allah, dan tidak boleh di dalamnya ada kotoran (manusia atau hewan), najis atau kotoran, sampai-sampai Nabi melarang air ludah dan dahak di masjid, Nabi bersabda (الْبُزَاقُ فِي الْمَسْجِدِ خَطِيئَةٌ وَكَفَّارَتُهَا دَفْنُهَا) [hadits riwayat al-Bukhari] ‘ludah di masjid adalah sebuah kesalahan dan cara menebusnya adalah dengan menguburnya’. Masjid memiliki kemuliaan, oleh karena itu bagi orang yang melihat najis di masjid hendaknya ia hilangkan. Bahkan termasuk dari kesempurnaan memuliakan masjid adalah dengan memberikannya wewangian, sehingga masjid menjadi bersih, wangi dan nyaman untuk ibadah.
·         Syarat sucinya tempat untuk shalat. Sahnya shalat seseorang yaitu dengan suci dari hadats dan sucinya badan, pakaian dan tempat dari najis.
·         Lembut terhadap orang yang tidak tahu. Nabi mengajarkan kepada para shahabat untuk berlemah-lembut terhadap orang baduwi yang tidak sengaja untuk melakukan kesalahannya. Bahkan Nabi mengatakan kepada para shahabat: ‘sesungguhnya kalian diutus untuk mempermudah, bukan untuk mempersulit’ ini merupakan pokok yang agung dari ushul dakwah dan memrintahkan yang ma’ruf serta mencegah yang mungkar.
·         Kemuliaan akhlak Nabi Muhammad.
·         Hadits ini juga menunjukkan kaidah yang terkenal (ارتكاب أخف الضررين لدفع أعلاهما) ‘memilih yang paling ringan kemudharatannya untuk mencegah yang lebih parah’. Kencing di masjid merupakan kemudharatan. Namun berusaha menghentikan orang yang sedang kencing (ini sangat sulit dihentikan) sehingga bisa jadi orang itu justru kencingnya kemana-mana (karena menghindari yang menghentikan), maka ini mudharatnya lebih besar. Oleh karena itu Nabi membiarkannya menyelesaikan kencingnya di satu tempat di masjid, agar najisnya tidak menyebar kemana-mana.

Syaikh Abdullah bin Abdurrahman al-Bassam dalam kitab Taudhiih al-Ahkaam min Buluugh al-Maraam (I/141-143):
Masjid maksudnya adalah masjid Nabawi. (أَعْرَابِيٌّ) merupakan nisbah bagi orang Arab yang tinggal di (al-baadiyah) pedalaman. (طَائِفَةِ) adalah bagian dari sesuatu, maksudnya adalah sisi masjid. (زَجَرَ) adalah mencegah. (بِذَنُوبٍ مِنْ مَاءٍ) adalah timba yang berisi air, dan tidaklah disebut (ذَنُوبٍ) jika tidak berisi air. Faidah hadits:
a)      Air kencing adalah najis. Oleh karena itu, jika terkena badan, pakaian, tanah/tempat shalat, bejana atau yang lainnya maka harus disucikan.
b)      Cara mensucikan tanah yang terkena air kencing adalah dengan menuangkan / menggenangkan air di atasnya.
c)      Wajibnya memuliakan dan menjaga kesucian masjid, serta menghindarkannya dari kotoran dan najis.
d)     Kemuliaan akhlak Nabi, yang telah memberikan petunjuk a’rabi dengan lemah lembut setelah ia kencing.
e)      Jauhnya pandangan Nabi, dan mengetahui tabiat-tabiat manusia.
f)       Jika beberapa kerusakan berkumpul (dan mendesak) maka dicari yang paling ringan dampaknya.
g)      Jauhnya seseorang dari manusia dan perkotaan (madani) dapat menjadikannya bodoh/tidak tahu.
h)      Lemah lembut dalam mengajarkan orang yang tidak tahu.
i)        Bahwasannya dosa dan akibat-akibat bagi kehidupan itu bertingkat-tingkat dalam hukum syariat, maka yang berhak untuk menghakimi adalah orang yang berilmu.
j)        Bersegera dalam mengingkari kemungkaran bagi yang mampu. Nabi tidak melarang shahabatya dalam hal ini, namun beliau melarang mereka karena ada dampak yang lebih besar.

~ Abu Ahmad ~
Lubuk Buaya, Kota Padang
01:25 | Kamis, 2 November 2017


Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.