Header Ads

Hati-hati dalam memahami Ayat tentang ‘Pezina’ ini !


Para pembaca yang budiman –semoga Allah memudahkan kita untuk memahami dan mengamalkan Kalam-Nya-, pada kesempatan kali ini, penulis akan mengulas tentang ayat yang sudah sekitar 7 tahun lalu masih menyisakan tanda tanya di benak penulis. Ketika pertama kali penulis mendengar penjelasan ayat ini dari seorang dosen –yang semoga Allah berikan keberkahan padanya- pengajar Ilmu al-Qur’an (‘ulumul Qur’an), masih menyisakan tanda tanya hingga sekarang. Dan al-hamdulillah telah terjawab dengan melihat penafsiran para ulama.
Dosen mengatakan (yang kurang-lebih): “jika bertentangan antara akal qath’i dengan wahyu qath’i maka harus ditakwil
Kemudian dosen tersebut mencontohkan surah al-Nuur: 3. Kemudian ia mengatakan (kurang-lebih): “ayat tersebut tidak mungkin kita pahami sebagaimana zhahirnya yaitu seorang pezina (muslim) tidak boleh menikah kecuali dengan wanita pezina (muslimah) atau wanita musyrik atau kita pahami bahwa nikahnya seorang islam pezina tidak sah kecuali dengan sesama pezina atau yang musyrik.
Dosen tersebut menambahkan: “oleh karena itu, kita harus takwil-kan ayat ini. Takwilnya adalah karena begitu hinanya perbuatan zina maka pelakunya ‘seolah-olah’ tidak boleh menikah kecuali dengan sesama pezina atau yang musyrik”.
Tidak berselang lama dari pelajaran tersebut, shahabat penulis –yang semoga selalu diberikan perlindungan oleh Allah- mengatakan kepada penulis bahwasannya kaidah “jika bertentangan antara akal qath’i dengan wahyu qath’i maka harus ditakwil” merupakan kaidah Mu’tazilah.
Oleh karena hal itu, penulis ingin membahas hal ini menurut pemahaman para ulama dan semoga bermanfaat bagi kita semua.
Al-Nuur: 3
ٱلزَّانِي لَا يَنكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوۡ مُشۡرِكَةٗ وَٱلزَّانِيَةُ لَا يَنكِحُهَآ إِلَّا زَانٍ أَوۡ مُشۡرِكٞۚ وَحُرِّمَ ذَٰلِكَ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِينَ ٣
Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin
Kemusykilan:
Jika kita membaca ayat ini secara sepintas maka akan mendapat kesimpulan sebagai berikut:
·         Seorang muslim yang berzina/pezina tidak boleh/tidak sah/haram menikah dengan yang mukmin, kecuali dengan sesama pezina atau yang musyrik.
·         Pezina boleh/sah menikah dengan orang musyrik, secara umum.
Apakah kesimpulan tersebut tepat?
Mari kita simak penjelasan ulama tafsir tentang ayat ini!
Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya menjelaskan:
هذا خَبَر من الله تعالى بأن الزاني لا يَطأ إلا زانية أو مشركة. أي: لا يطاوعه على مراده من الزنى إلا زانية عاصية أو مشركة، لا ترى حرمة ذلك، وكذلك: { الزَّانِيَةُ لا يَنْكِحُهَا إِلا زَانٍ } أي: عاص بزناه، { أَوْ مُشْرِكٌ } لا يعتقد تحريمه .
Ini merupakan kabar dari Allah Ta’ala bahwa lelaki pezina tidak ‘bersetubuh’ kecuali dengan perempuan pezina atau wanita musyrik. Yaitu: tidak akan ada yang menyetujui atau mau berbuat zina (dengan lelaki pezina) kecuali wanita pezina tukang maksiat atau wanita musyrik yang tidak menganggapnya sebagai sesuatu yang haram.
قال سفيان الثوري، عن حبيب بن أبي عَمَرة، عن سعيد بن جبير، عن ابن عباس، رضي الله عنهما: { الزَّانِي لا يَنْكِحُ إلا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً } قال: ليس هذا بالنكاح، إنما هو الجماع، لا يزني بها إلا زانٍ أو مشرك .
وهذا إسناد صحيح عنه، وقد رُوي عنه من غير وجه أيضا. وقد رُوي عن مجاهد، وعكرمة، وسعيد بن جبير، وعُرْوَة بن الزبير، والضحاك، ومكحول، ومُقَاتِل بن حَيَّان، وغير واحد، نحوُ ذلك .
Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas –radhiyallahu ‘anhuma- [Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik;] ia mengatakan: maksudnya bukan nikah (yang sah), namun jima’ (bersetubuh), tidak ada yang melakukan perzinaan tersebut kecuali lelaki pezina atau lelaki musyrik.
Sanad riwayat ini shahih, dan banyak riwayatnya. Dan (juga dengan makna yang sama) telah diriwayatkan dari Mujahid, Ikrimah, Sa’id bin Jubair, ‘Urwah bin al-Zubair, al-Dhahhak, Makhulm Muqatil bin Hayan, dan selain mereka.
وقوله تعالى: { وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ } أي: تعاطيه والتزويج بالبغايا، أو تزويج العفائف بالفجار من الرجال.
وقال أبو داود الطيالسي: حدثنا قَيْس، عن أبي حُصَين، عن سعيد بن جُبَيْرٍ، عن ابن عباس: { وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ } قال: حَّرم الله الزنى على المؤمنين.
وقال قتادة، ومقاتل بن حَيّان: حرم الله على المؤمنين نكاح البغايا، وتَقَدّم في ذلك فقال: { وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ }
وهذه الآية كقوله تعالى: { مُحْصَنَاتٍ غَيْرَ مُسَافِحَاتٍ وَلا مُتَّخِذَاتِ أَخْدَانٍ } [النساء : 25] وقوله { مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ وَلا مُتَّخِذِي أَخْدَانٍ } الآية [المائدة : 5] ومن هاهنا ذهب الإمام أحمد بن حنبل، رحمه الله، إلى أنه لا يصح العقد من الرجل العفيف على المرأة البغي ما دامت كذلك حتى تستتاب، فإن تابت صح العقد عليها وإلا فلا وكذلك لا يصح تزويج المرأة الحرة العفيفة بالرجل الفاجر المسافح، حتى يتوب توبة صحيحة؛ لقوله تعالى: { وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ }
Adapun firman Allah [dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin] yaitu mengambilnya dan menikahi pelacur (wanita pezina), atau (haram) menikahkan wanita yang menjaga kesucian dirinya dengan lelaki fajir (pezina).
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas (maksud dari ayat) [dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin] ia berkata: Allah mengharamkan orang yang beriman untuk berzina.
Qatadah dan Muqatil bin Hayan mengatakan: Allah mengharamkan orang yang beriman menikahi pelacur (pezina). Kemudia ia membacakan ayat tersebut.
Dan ayat ini mirip dengan ayat pada surah al-Nisa’: 25 [sedang merekapun wanita-wanita yang memelihara diri, bukan pezina dan bukan (pula) wanita yang mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya;] dan ayat dalam surah al-Ma’idah: 5. Dari sini Imam Ahmad berpendapat bahwa lelaki yang yang menjaga dirinya tidak sah akad nikahnya dengan wanita pelacur/pezina selama mereka masih melakukannya sampai diminta untuk bertaubat, seandainya dia bertaubat maka sah akad nikahnya, namun jika tidak mau maka tidak sah. Begitu pula sebaliknya, wanita merdeka yang menjaga dirinya tidak sah nikahnya dengan lelaki pezina pendosa sampai dia bertaubat dengan sebenar-benarnya; karena Allah berfirman [dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin].
وقال الإمام أحمد: حدثنا عارم  ، حدثنا مُعْتَمِر بن سليمان قال: قال أبي: حدثنا الحضرمي، عن القاسم بن محمد، عن عبد الله بن عَمْرو، رضي الله عنهما، أن رجلا من المسلمين استأذنَ رسول الله صلى الله عليه وسلم في امرأة يقال لها: "أم مهزول" كانت تسافح، وتشترط له أن تنفق عليه -قال: فاستأذن رسول الله صلى الله عليه وسلم -أو: ذكر له أمرها -قال: فقرأ عليه رسول الله صلى الله عليه وسلم: { الزَّانِي لا يَنْكِحُ إلا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لا يَنْكِحُهَا إِلا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ }.
Imam Ahmad meriwayatkan hadits dari jalur ‘Abdullah bin ‘Amr: bahwasannya seorang lelaki muslim meminta izin Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- untuk menikahi wanita yang disebut ‘Ummu Mahzul’ yang merupakan wanita pezina dan lelaki tersebut diberi syarat untuk menafkahinya. Ia meminta izin atau mengutarakan perkaranya ke Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, kemudian beliau membacakan surah al-Nuur ayat 3.
قالوا: فأما إذا حصلت توبة فإنه يحل التزويج، كما قال الإمام أبو محمد بن أبي حاتم رحمه الله:
حدثنا أبو سعيد الأشَجّ، حدثنا أبو خالد، عن ابن أبي ذئب، قال: سمعت [شعبة] -مولى ابن عباس، رضي الله عنه -قال: سمعت ابن عباس وسأله رجل قال :إني كنت ألم بامرأة آتي منها ما حَرّم الله عز وجل عليّ، فرزق الله عز وجل من ذلك توبة، فأردت أن أتزوجها، فقال أناس: إن الزاني لا ينكح إلا زانية. فقال ابن عباس: ليس هذا في هذا، انكحها فما كان من إثم فعلي .
Mereka mengatakan: adapun jika telah bertaubat maka sah nikahnya. Sebagaimana perkataan Abu Muhammad bin Abi Hatim: ia meriwayatkan dari jalur Syu’bah (bekas budaknya Ibnu ‘Abbas yang sudah dimerdekakan). Ada seorang lelaki bertanya ke Ibnu ‘Abbas: “aku telah melakukan yang diharamkan Allah dengan seorang wanita. Kemudian Allah anugerahkan taubat, maka aku ingin menikahinya.” Maka Anas mengatakan: “Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina.” Lalu Ibnu ‘Abbas mengatakan: “(ayat) ini bukan untuk (kasus yang seperti) ini. Nikahilah ia.”
وقد ادعى طائفة آخرون من العلماء أن هذه الآية منسوخة، قال ابن أبي حاتم:
حدثنا أبو سعيد الأشج، حدثنا أبو خالد، عن يحيى بن سعيد، عن سعيد ابن المسيب. قال: ذُكر عنده { الزَّانِي لا يَنْكِحُ إلا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لا يَنْكِحُهَا إِلا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ } قال: كان يقال: نسختها [الآية] (4) التي بعدها: { وَأَنْكِحُوا الأيَامَى مِنْكُمْ } [النور : 32] قال: كان يقال الأيامى من المسلمين.
وهكذا رواه الإمام أبو عبيد القاسم بن سلام في كتاب "الناسخ والمنسوخ" له، عن سعيد بن المسيب. ونص على ذلك أيضا الإمام أبو عبد الله محمد بن إدريس الشافعي، رحمه الله .
Sekelompok ulama yang lain mengklaim bahwa surah al-Nuur ayat 3 telah mansukh (dihapus hukumnya), Ibnu Abi Hatim mengatakan:
Diriwayatkan dari Sa’id bin al-Musayyab bahwa disebutkan di sisinya [surah al-Nuur ayat 3], lalu ia berkata: ayat tersebut telah dihapus hukumnya dengan ayat setelahnya [Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu]. Ia mengatakan: disebut ‘orang yang sendirian dari kaum muslimin’.
Begitu pula disebutkan oleh Imam Abu Ubaid al-Qasim bin Salam dalam kitab ‘al-Nasikh wa al-Mansukh’, dari Sa’id bin al-Musayyab. Begitu pula dinukil oleh Imam al-Syafi’i.
Dalam kitab al-Tafsir al-Muyassar yang disusun oleh ulama-ulama pilihan (nukhbah min al-ulama’) (h. 350) dijelaskan:
“Seorang lelaki pezina tidak akan ridha menikah kecuali dengan perempuan pezina atau musyrik yang tidak meyakini haramnya zina. Perempuan pezina tidak akan ridha menikah kecuali dengan lelaki pezina atau musyrik yang tidak meyakini haramnya zina. Adapun para lelaki dan wanita yang menjaga dirinya tidak akan ridha dengan hal itu, dan pernikahan itu diharamkan atas orang-orang beriman. Ini merupakan dalil/petunjuk yang jelas atas haramnya menikahi wanita pezina sampai dia bertaubat, begitu pula haram menikahkan (anak) dengan lelaki pezina sampai dia bertaubat”

Kesimpulan:
Dari penjelasan para ulama dalam memahami ayat ini, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
Pertama, maksud dari nikah adalah bersetubuh. Sehingga dipahami, seorang pezina tidak akan bersetubuh (berzina) kecuali dengan pezina atau wanita musyrik yang tidak meyakini bahwa zina haram, dan orang mukmin diharamkan untuk berzina.
Kedua, maksud dari nikah adalah akad nikah, selama belum bertaubat. Sehingga dipahami, seorang pezina tidak sah akad nikahnya dengan seorang mukmin yang menjaga dirinya.



~Abu Ahmad, Ayatullah~
Lubuk Buaya, Kota Padang

22:29 | Sabtu, 18 November 2017

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.